
Pantau - Pemungutan Suara Ulang (PSU) dalam sistem demokrasi semestinya menjadi mekanisme korektif untuk memperbaiki pelanggaran dalam proses pemilu.
Namun, ketika PSU dilakukan tanpa disertai diskualifikasi terhadap pasangan calon (Paslon) yang terbukti melanggar, maka proses ini justru menjadi jalan tengah yang menyesatkan.
PSU diibaratkan seperti pertandingan ulang yang tetap dimenangkan oleh tim yang sama, dengan wasit dan penonton yang juga tidak berubah.
Fenomena PSU pasca-putusan Mahkamah Konstitusi kini makin sering terjadi di berbagai daerah dengan dalih memperbaiki proses pemilu.
Sayangnya, praktik ini kerap memberikan ruang legal bagi kecurangan yang dikemas lebih rapi dan berbiaya lebih mahal.
Mahkamah Konstitusi memang memutuskan PSU berdasarkan pelanggaran administratif yang dianggap memengaruhi hasil pemilu.
Masalah muncul ketika Paslon yang diuntungkan dari pelanggaran tersebut tetap dibiarkan ikut bertarung ulang tanpa sanksi diskualifikasi.
PSU: Antara Biaya Politik dan Kosmetik Demokrasi
Dalam praktiknya, PSU sering kali hanya menjadi pengulangan tanpa perubahan hasil yang berarti, sehingga berfungsi sekadar sebagai "kosmetik demokrasi".
Paslon yang sebelumnya menang tetap memiliki berbagai keunggulan, seperti tim pemenangan yang solid, peta kantong suara yang sudah terbentuk, strategi yang terbukti efektif, serta kepercayaan publik yang masih tinggi.
Sementara itu, Paslon yang kalah cenderung menghadapi PSU dalam kondisi psikologis dan logistik yang lemah.
Mereka dihadapkan pada potensi kekalahan yang masih besar, beban biaya politik baru yang tinggi, dan menurunnya semangat perlawanan.
Biaya politik PSU melonjak drastis karena seluruh proses kampanye harus diulang dari awal.
Persaingan antar-Paslon menjadi semakin sengit, dengan kecenderungan meningkatnya praktik politik uang.
Terjadi inflasi politik uang, di mana suara rakyat menjadi murah secara moral tetapi mahal secara finansial.
Kesimpulannya, PSU tanpa sanksi tegas terhadap pelaku pelanggaran justru melemahkan kualitas demokrasi dan memperparah kerusakan sistem politik di tingkat lokal maupun nasional.
- Penulis :
- Balian Godfrey