Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kemenkes Dorong Deteksi Dini untuk Cegah Kelahiran Anak dengan Talasemia Mayor

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Kemenkes Dorong Deteksi Dini untuk Cegah Kelahiran Anak dengan Talasemia Mayor
Foto: Edukasi dan skrining dini jadi kunci wujudkan Indonesia bebas talasemia (Sumber: ANTARA/Kutnadi)

Pantau - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan bahwa nol kasus talasemia dapat dicapai melalui edukasi yang menyeluruh kepada masyarakat dan penguatan skrining serta deteksi dini sejak usia muda.

Talasemia Bisa Dicegah, Bukan Dihindari

Ketua Tim Kerja Penyakit Kelainan Darah dan Gangguan Imunologi Kemenkes, Endang Lukitosari, menyampaikan hal ini dalam Webinar Thalasemia Sedunia 2025.

Ia menekankan bahwa pengetahuan tentang talasemia sangat penting karena dampaknya tidak hanya bersifat medis, tetapi juga menyangkut beban finansial dan sosial keluarga.

Edukasi bertujuan agar masyarakat tidak takut melakukan pemeriksaan dan memahami pentingnya pencegahan agar penyakit ini tidak diturunkan kepada anak-anak.

Talasemia merupakan kelainan darah genetik yang menyebabkan tubuh tidak mampu memproduksi hemoglobin secara normal, padahal hemoglobin adalah komponen vital dalam sel darah merah.

Jenis talasemia dibedakan menjadi tiga: talasemia mayor yang memerlukan transfusi darah seumur hidup, talasemia intermediate yang membutuhkan transfusi tidak rutin, dan talasemia minor yang tidak memerlukan transfusi serta tidak menimbulkan gejala.

Jika kedua orang tua tidak membawa sifat talasemia, maka anak mereka akan lahir normal.

Namun, jika salah satu orang tua merupakan pembawa sifat, ada kemungkinan 50 persen anak akan menjadi pembawa sifat.

Yang paling dihindari adalah pernikahan antara dua pembawa sifat, karena berisiko 25 persen melahirkan anak dengan talasemia mayor.

Talasemia mayor membutuhkan penanganan intensif dan menimbulkan beban ekonomi yang sangat tinggi.

Diperkirakan biaya perawatan hingga usia 18 tahun bisa mencapai Rp5 miliar per anak.

Sebaliknya, skrining dini hanya dilakukan sekali seumur hidup dan jauh lebih murah.

Di Indonesia, sekitar 3–10 persen populasi memiliki talasemia beta, sedangkan 2,6–11 persen merupakan pembawa sifat talasemia alpha.

Diperkirakan setiap tahun terdapat 2.500 bayi yang lahir dengan talasemia beta mayor.

Untuk menekan angka tersebut, pemerintah telah memasukkan talasemia dalam skrining 14 penyakit prioritas yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Talasemia juga tercakup dalam Program Cek Kesehatan Gratis (CKG) yang digencarkan oleh pemerintah.

Edukasi tentang talasemia tidak hanya ditujukan kepada calon pengantin, tetapi juga diperluas ke anak-anak sekolah sebagai bekal pengetahuan sejak dini.

Penulis :
Balian Godfrey