
Pantau - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyatakan bahwa skrining massal merupakan langkah paling efektif untuk memutus rantai penularan talasemia dan mencapai nol kasus baru, mengingat sifat penyakit ini yang diturunkan dan sering tidak terdeteksi sejak awal.
Belajar dari Negara Lain, Indonesia Harus Bergerak Lebih Cepat
Dokter Pustika Amalia dari UKK Hematologi Onkologi Anak PP IDAI menjelaskan bahwa talasemia minor tidak menunjukkan gejala, namun dapat diturunkan dari orang tua kepada anak sehingga hanya dapat dicegah melalui deteksi dini.
Ia menekankan pentingnya Indonesia mencontoh negara-negara di kawasan Sabuk Talasemia seperti Iran, Siprus, Palestina, Saudi Arabia, dan Turki yang telah berhasil mengendalikan kelahiran baru dengan talasemia melalui program skrining nasional.
Siprus, misalnya, memulai skrining pada 1972 dan dalam waktu 20 tahun berhasil mencapai nol kelahiran talasemia baru.
Turki memulai program serupa pada tahun 2005, dan Inggris Raya melaksanakan skrining khusus untuk kelompok transmigran.
Iran bahkan telah memasukkan edukasi tentang talasemia ke dalam kurikulum SMP dan SMA serta memberikan pelatihan kepada anggota militer muda, disertai surveilans, pencatatan data prenatal, dan izin aborsi sebelum 16 minggu untuk janin dengan talasemia mayor berdasarkan fatwa keagamaan.
Tantangan dan Solusi Biaya di Indonesia
Di Indonesia, skrining talasemia dimulai sejak usia balita, namun pelaksanaannya sering terkendala karena banyak orang tua enggan memberikan izin.
Tingginya angka pernikahan usia anak, yaitu 21 persen berdasarkan data BPS 2022, serta maraknya perilaku seks bebas di kalangan remaja, menjadikan skrining menjelang pernikahan dinilai sudah terlambat untuk mencegah lahirnya anak dengan talasemia.
Pustika mengungkapkan bahwa biaya skrining tahap pertama diperkirakan sebesar Rp119 ribu per orang, dengan target 19 juta siswa SMP dan SMA, yang berarti total biaya mencapai Rp2,3 triliun.
Jika 7 persen dari siswa terdeteksi berisiko dan perlu menjalani uji tahap dua, maka sekitar 1,4 juta anak akan menjalani tes lanjutan dengan biaya Rp550 ribu per orang, atau sekitar Rp762 miliar.
Dengan demikian, total biaya skrining tahap satu dan dua diperkirakan sekitar Rp3,06 triliun.
Jika dibandingkan, biaya perawatan suportif talasemia mayor bisa mencapai Rp400 juta per orang seumur hidup, sementara transplantasi sumsum tulang untuk pasien dengan kondisi ini berkisar antara Rp2 hingga Rp3 miliar.
IDAI menegaskan bahwa skrining massal jauh lebih efisien secara ekonomi dan jauh lebih manusiawi dalam mencegah penderitaan jangka panjang anak-anak yang lahir dengan talasemia mayor.
- Penulis :
- Balian Godfrey