
Pantau - Komisi III DPR RI terus menggodok Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) baru dengan fokus utama pada perlindungan hak warga negara dan penghapusan sistem hukum pidana warisan kolonial.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU), Komisi III menerima berbagai masukan dari kalangan akademisi dan organisasi profesi hukum, termasuk dari Ketua Pascasarjana Hukum Indonesia dan Ketua Advokat Perempuan Indonesia (API).
Anggota Komisi III DPR, Bimantoro Wiyono, menyatakan bahwa masukan-masukan tersebut membuka perspektif baru dalam penyusunan KUHAP yang lebih adil dan berimbang.
KUHAP baru diharapkan mampu menjawab harapan masyarakat terhadap jaminan perlindungan hak hukum yang menyeluruh bagi setiap warga negara.
Advokat Diperkuat, APH Tetap Diawasi Ketat
Salah satu poin krusial dalam RUU KUHAP adalah penguatan peran advokat yang akan terlibat sejak tahap awal penyelidikan, baik sebagai pendamping saksi, tersangka, maupun korban.
Meski memperkuat peran pendamping hukum, KUHAP baru tidak mengubah kewenangan aparat penegak hukum (APH).
Komisi III akan memastikan pembagian kewenangan yang jelas agar tidak terjadi tumpang tindih dalam proses peradilan.
Pengawasan ketat terhadap APH juga akan diterapkan, termasuk untuk mencegah terjadinya kekerasan dalam proses pemeriksaan.
Politisi Fraksi Gerindra, Bimantoro, menegaskan bahwa perlindungan hukum terhadap korban dan tersangka menjadi prioritas dalam revisi ini.
Organisasi API menyambut baik arah revisi KUHAP yang mengedepankan pelindungan hak saksi, korban, dan tersangka, serta mendukung percepatan pengesahan demi sistem hukum yang lebih berkeadilan.
- Penulis :
- Balian Godfrey
- Editor :
- Balian Godfrey