
Pantau - Wakil Ketua MPR RI Dr. H. M. Hidayat Nur Wahid (HNW) mengecam keras tindakan Amerika Serikat yang kembali menggunakan hak vetonya untuk menggagalkan draf Resolusi Dewan Keamanan PBB terkait gencatan senjata di Gaza.
Draf resolusi itu menyerukan dilakukannya gencatan senjata segera, pembebasan sandera, serta pembukaan akses bantuan kemanusiaan untuk rakyat Gaza.
Menurut HNW, veto AS yang kelima kalinya sejak meletusnya genosida di Gaza justru memberi keleluasaan bagi Israel melanjutkan kejahatan perang dan pelanggaran kemanusiaan terhadap warga sipil.
Veto AS Kontra Suara Mayoritas Dunia
HNW menilai veto tersebut menunjukkan bahwa AS tidak serius dalam upaya menghentikan perang dan mewujudkan perdamaian di Palestina.
Ia menyebut pernyataan mantan Presiden Donald Trump yang pernah mengklaim ingin menghentikan perang sebagai "omong kosong".
HNW menegaskan bahwa veto AS bertolak belakang dengan kehendak masyarakat dunia yang mendesak gencatan senjata segera diberlakukan.
Menurutnya, resolusi tersebut telah didukung oleh seluruh anggota DK PBB, baik negara tetap seperti Inggris, Perancis, Rusia, dan China, maupun negara non-permanen.
Namun, hanya AS yang memveto, sehingga resolusi gagal disahkan.
Ia menyoroti fakta-fakta terbaru dari berbagai laporan independen dan media massa mengenai pembunuhan massal oleh Israel terhadap warga sipil, termasuk di tenda pengungsian, rumah sakit, dan antrean bantuan.
Laporan ini, menurutnya, diabaikan oleh AS.
Utusan khusus PBB untuk urusan Timur Tengah, Francesca Albanese, bahkan menyebut serangan Israel sebagai kejahatan kemanusiaan dan genosida serta menyerukan penghentian segera.
Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, juga menuntut agar serangan militer dihentikan dan akses bantuan dibuka, seraya menyatakan bahwa "tidak dapat diterima jika warga Gaza harus mempertaruhkan nyawa hanya untuk mendapatkan makanan".
Dorongan Reformasi Dewan Keamanan PBB
HNW menyerukan agar reformasi PBB, khususnya penghapusan hak veto di Dewan Keamanan, kembali diperjuangkan secara serius.
Ia menyebut sistem veto sebagai sistem yang tidak demokratis dan sewenang-wenang.
Gagasan reformasi ini, lanjutnya, telah lama disuarakan oleh berbagai pemimpin dunia, termasuk Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Erdogan pernah menyerukan agar negara-negara muslim memiliki keterwakilan tetap dalam DK PBB dengan hak veto, dengan slogan kampanye “World is Bigger than Five”.
Saat ini, lima negara tetap pemegang hak veto adalah Amerika Serikat, Inggris, Perancis, Rusia, dan China.
HNW berharap Presiden RI Prabowo Subianto dapat mengambil peran dalam mendorong reformasi PBB, sejalan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo pada KTT Asia Afrika tahun 2015 yang juga menyerukan reformasi untuk keadilan dan demokrasi global.
Menurut HNW, jika Presiden Prabowo berhasil memperjuangkan reformasi DK PBB, itu akan menjadi legacy besar Indonesia dalam menyelamatkan demokrasi dan kemanusiaan di tingkat internasional.
- Penulis :
- Balian Godfrey