
Pantau - Jaksa Agung Republik Indonesia ST Burhanuddin menyatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) harus menjadi instrumen hukum yang progresif dan berbasis perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Pernyataan tersebut ia sampaikan dalam seminar nasional bertajuk “RUU KUHAP: Solusi atau Masalah Baru dalam Penegakan Hukum di Indonesia” yang digelar di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), Purwokerto.
Burhanuddin menegaskan pentingnya pembaruan KUHAP sebagai upaya menjawab dinamika masyarakat serta kemajuan teknologi hukum yang terus berkembang.
Ia menilai Undang-Undang KUHAP yang berlaku saat ini, yakni UU Nomor 8 Tahun 1981, sudah tidak lagi relevan dalam menjawab tantangan sosial dan kompleksitas modus kejahatan masa kini.
Ia juga mengutip pemikiran Satjipto Rahardjo, “Hukum itu untuk manusia, bukan manusia untuk hukum,” untuk menekankan perlunya pendekatan hukum yang lebih manusiawi.
Soroti Keadilan Restoratif dan Penguatan Hak Tersangka
RUU KUHAP diharapkan dapat menciptakan sistem peradilan pidana yang terpadu, progresif, serta berorientasi pada penghormatan HAM.
Burhanuddin menyampaikan bahwa proses hukum dalam RUU tersebut harus menjamin partisipasi bermakna, termasuk hak untuk didengar, hak dipertimbangkan, dan hak mendapatkan tanggapan.
Ia menekankan pentingnya prinsip peradilan yang adil, antara lain pengakuan hak asasi manusia, pengawasan terhadap jaksa, akses terhadap bantuan hukum, dan independensi lembaga peradilan.
Menurutnya, KUHAP yang berlaku saat ini masih bersifat represif dan belum cukup memberikan perlindungan terhadap hak tersangka dan terdakwa.
Burhanuddin juga menyoroti pentingnya penerapan keadilan restoratif sebagai pendekatan alternatif terhadap sistem hukum yang selama ini bersifat punitif.
Meski keadilan restoratif telah dimuat dalam KUHP 2023, namun belum memiliki landasan hukum yang kuat dalam KUHAP.
Ia menggarisbawahi perlunya pengawasan yang ketat terhadap aparat penegak hukum agar tetap akuntabel dan seimbang dalam menjalankan tugasnya.
RUU KUHAP, menurutnya, harus memperjelas peran aparat penegak hukum sekaligus memperkuat jaminan perlindungan HAM dalam setiap proses hukum.
Seminar tersebut turut menghadirkan berbagai narasumber, di antaranya anggota Komisi III DPR RI Rikwanto, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Asep Nana Mulyana, Guru Besar Fakultas Hukum Unsoed Prof Hibnu Nugroho, dan advokat Hermawanto.
- Penulis :
- Balian Godfrey