
Pantau - Di bawah langit biru tanpa awan dan terik matahari yang menyengat Kecamatan Sanggar, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat, sebanyak 25 orang berkumpul di kantor Resort Piong, Balai Taman Nasional Tambora, untuk memulai pendakian menuju puncak Gunung Tambora.
Pendakian Dimulai dari Pengamatan dan Perenungan
Suara ombak yang berpadu dengan angin pantai dan aroma hutan kering menyambut para peserta di titik awal pendakian gunung tertinggi di Pulau Sumbawa.
Gunung Tambora dikenal karena letusan dahsyatnya pada tahun 1815, yang menjadikannya salah satu gunung berapi paling bersejarah di dunia.
Pendakian ini tidak hanya dimulai dengan langkah kaki, tetapi juga dengan pengamatan dan perenungan mendalam terhadap kekayaan alam dan sejarah yang mengelilingi Tambora.
Anggota DPR RI Komisi IV, Johan Rosihan, mengawali kunjungannya dengan memperhatikan aktivitas petugas di kantor Resort Piong yang tersembunyi di antara pemukiman warga.
"Saya melihat bagaimana mereka bekerja dalam senyap, tanpa fasilitas yang memadai, tapi semangatnya luar biasa. Mereka menutup kekurangan dengan kebersamaan," ungkapnya.
Johan sempat terdiam, menyaksikan para petugas menyiapkan logistik dan memeriksa kendaraan dalam suasana kerja yang harmonis dan efisien.
Menyusuri Hutan Menuju Titik Awal Pendakian
Menjelang pukul 14.00 WITA, rombongan bersiap memulai perjalanan menuju Desa Oi Saro, yang menjadi titik awal pendakian.
Perjalanan dipimpin Kepala Resort Piong, Yoga Ari Wibowo, yang memberi pengarahan dengan nada santai namun penuh antusiasme.
Ia sempat berkelakar tentang medan pendakian yang berat namun menjanjikan keindahan luar biasa di puncak Tambora.
Tiga kendaraan off-road, termasuk sebuah mobil tua berwarna merah milik Balai Taman Nasional Tambora, digunakan untuk menempuh perjalanan menuju desa tersebut.
Sepanjang perjalanan, angin darat membawa aroma khas tanah dan dedaunan, sementara kondisi jalan berganti dari aspal mulus menjadi tanah merah bercampur kerikil.
Setelah 15 menit, rombongan memasuki kawasan hutan yang tenang, dipenuhi pepohonan tinggi dan dedaunan yang bergoyang lembut seolah menyambut mereka.
Hutan ini bukan hanya rumah bagi flora dan fauna, tetapi juga menjadi penjaga sejarah dan harapan dari setiap pendakian menuju Gunung Tambora.
- Penulis :
- Balian Godfrey
- Editor :
- Tria Dianti