
Pantau - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT) meluncurkan program Sekolah Desa sebagai respons atas tantangan pembangunan desa di era digital melalui pendekatan pelatihan berbasis teknologi.
Jawaban atas Tantangan Zaman
Program Sekolah Desa diperkenalkan oleh Dicky Yosepial, Kepala Pusat Pelatihan SDM Desa dan Daerah Tertinggal Kemendes PDTT, sebagai bentuk pelatihan dan pemberdayaan masyarakat desa yang bersifat kolaboratif dan aplikatif.
“Sekolah Desa yang kita luncurkan bukan sekadar program pelatihan desa, melainkan juga jawaban atas tantangan zaman,” ungkapnya.
Sekolah Desa menggabungkan metode pembelajaran blended learning, yaitu daring dan luring, dengan modul-modul tematik yang sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Sasaran program ini meliputi aparatur desa, pengelola BUMDes, pelaku UMKM, generasi muda, hingga masyarakat umum yang tinggal di desa.
Kolaborasi Digital Berbasis Kearifan Lokal
Sekolah Desa membuka ruang kolaborasi lintas sektor dan dirancang agar tetap memperhatikan konteks lokal dan kearifan setempat.
“Sekolah Desa mempermudah akses belajar di desa tanpa mengabaikan konteks lokal dan kearifan setempat,” tegas Dicky.
Program ini juga menjadi bentuk konkret dari pelaksanaan Peraturan Menteri Desa PDTT Nomor 5 Tahun 2025 tentang organisasi dan tata kerja unit pelaksana teknis di lingkungan Kemendes PDT.
Peraturan tersebut memperkuat peran Balai Besar Pelatihan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa dalam mengembangkan desa yang maju dan mandiri.
“Ini adalah implementasi nyata dari Peraturan Menteri Desa, dan untuk mendukung penguatan SDM desa sekaligus bukti komitmen nyata Badan Pengembangan SDM (BPSDM) Kemendes PDT, khususnya pada Balai Jakarta, dalam membangun desa maju dan mandiri di era digital,” ujar Dicky.
- Penulis :
- Balian Godfrey