
Pantau - Ombudsman Republik Indonesia menyatakan dukungannya terhadap upaya perbaikan kebijakan tata kelola pupuk bersubsidi dengan memberikan empat saran strategis untuk memperkuat pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2025 dan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 15 Tahun 2025.
Anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menjelaskan bahwa kehadiran peraturan baru tersebut memperluas mekanisme distribusi pupuk bersubsidi dengan menjadikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), koperasi, dan Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) sebagai titik serah baru, selain kios pengecer yang telah ada sebelumnya.
"Perpres tersebut memperluas mekanisme penyerapan pupuk bersubsidi dengan menambahkan Gapoktan, koperasi, dan Pokdakan sebagai titik serah, selain pengecer yang telah berjalan sebelumnya," ungkap Yeka.
Empat Saran Strategis untuk Perbaikan Tata Kelola
Ombudsman memberikan empat saran utama untuk mendukung keberhasilan distribusi pupuk bersubsidi dan pemberdayaan petani di lapangan.
Pertama, percepatan penerbitan regulasi teknis untuk mengatur mekanisme dan prosedur penyaluran pupuk oleh Gapoktan agar tidak terjadi kekosongan kebijakan pelaksanaan.
Kedua, peningkatan kapasitas sumber daya manusia Gapoktan melalui program pembinaan dan pendampingan agar pelibatan mereka dapat berjalan secara efektif.
Ketiga, penyediaan kemudahan akses pembiayaan bagi Gapoktan melalui lembaga keuangan seperti Himbara, BUMDes, atau skema kemitraan agar distribusi pupuk tidak terganggu oleh keterbatasan modal.
Keempat, penyesuaian margin atau fee pengecer pupuk bersubsidi yang sejak 2010 masih stagnan di angka Rp75 per kilogram atau Rp75.000 per ton, padahal biaya operasional terus meningkat.
Tantangan Data dan Perlunya Pendekatan Berbasis Lahan
Yeka mengungkapkan bahwa penyesuaian margin sangat penting untuk menjaga keberlanjutan kios pengecer serta efektivitas titik serah baru seperti Gapoktan, Pokdakan, dan koperasi.
"Ini penting agar tidak terjadi tumpang tindih peran sekaligus memastikan keberlanjutan kios pengecer dan peran Pelaku Usaha Distribusi (PUD) tetap berjalan optimal," katanya.
Ia juga menyoroti tantangan dalam sistem pendataan petani yang masih berbasis elektronik tanpa dukungan data geospasial yang akurat.
Dari total 84.276 desa dan kelurahan di Indonesia, terdapat 64.522 Gapoktan dan 26.952 kios pengecer aktif, namun tidak semua desa memiliki Gapoktan dan satu pengecer melayani 3–8 desa.
Jika seluruh Gapoktan dijadikan titik serah, maka akan terdapat 6.560 desa yang memiliki dua titik serah, kondisi ini membutuhkan pengaturan yang cermat.
Yeka menambahkan bahwa langkah perbaikan sangat diperlukan melalui pendataan berbasis lahan, penguatan SDM penyuluh baik dari sisi jumlah, insentif, maupun status kepegawaian, serta alokasi anggaran khusus.
Meskipun penebusan pupuk bersubsidi telah mengalami perbaikan, Ombudsman masih menemukan koreksi-koreksi di lapangan yang harus segera dimitigasi.
Hal ini memerlukan peningkatan sosialisasi, pembinaan, serta pengawasan dan evaluasi yang berkelanjutan agar program subsidi pupuk tepat sasaran dan efisien.
- Penulis :
- Balian Godfrey