billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Respons Tegas Wakil Ketua BKSAP DPR RI atas Kritik Parlemen Inggris Soal HAM Papua di Forum Internasional

Oleh Balian Godfrey
SHARE   :

Respons Tegas Wakil Ketua BKSAP DPR RI atas Kritik Parlemen Inggris Soal HAM Papua di Forum Internasional
Foto: Respons Tegas Wakil Ketua BKSAP DPR RI atas Kritik Parlemen Inggris Soal HAM Papua di Forum Internasional

Pantau - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI, Irine Yusiana Roba Putri, menyampaikan tanggapan tegas terhadap pernyataan anggota parlemen Inggris yang menyinggung isu hak asasi manusia (HAM) di Papua dalam sebuah konferensi internasional di Roma, Italia, pada Jumat, 20 Juni 2025.

Kritik Parlemen Inggris Picu Respons Keras

Konferensi internasional bertajuk Second Parliamentary Conference on Interfaith Dialogue: Strengthening Trust and Embracing Hope for Our Common Future yang diselenggarakan oleh Inter-Parliamentary Union (IPU) menjadi ajang pernyataan kontroversial dari salah satu anggota parlemen Inggris.

Dalam sesi General Debate yang mengangkat tema ‘Parliamentarians in dialogue with religion and belief: Strengthening trust and embracing hope for our common future’, legislator Inggris tersebut menyoroti situasi HAM di Papua dan menyerukan agar Indonesia membuka akses wilayah Papua kepada dunia internasional.

Ia menuding bahwa akses tersebut telah dibatasi sejak masa pemerintahan Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo.

Menanggapi hal tersebut, Irine secara tegas menolak tudingan yang disampaikan, seraya menyatakan bahwa forum tersebut seharusnya menjadi tempat untuk membangun perdamaian, bukan menyebarkan propaganda yang melemahkan kedaulatan negara.

"Apa yang beliau sampaikan terkait situasi hak asasi manusia di Papua merupakan tuduhan yang tidak berdasar. Saya sangat menyesalkan bahwa forum yang seharusnya digunakan untuk mencari solusi damai justru dijadikan platform propaganda yang melemahkan kedaulatan negara kami," ungkapnya.

"Ini bukan tempat yang tepat untuk membahas isu Papua. Saya dengan tegas menolak pernyataan Anda," tegas Irine dalam pidatonya.

Tegaskan Komitmen Indonesia pada Inklusivitas dan Keadilan

Irine juga menjelaskan bahwa Indonesia memiliki komitmen kuat terhadap inklusivitas dan keadilan sosial melalui penerapan ideologi Pancasila dan prinsip Bhineka Tunggal Ika.

"Di Indonesia, keterlibatan seperti ini dilakukan melalui forum lintas agama, kegiatan bersama masyarakat, serta pembuatan kebijakan yang inklusif yang mencerminkan nilai-nilai nasional kami, yaitu Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa berbagai isu dalam negeri dapat diselesaikan secara damai melalui dialog dan keterlibatan aktif seluruh elemen masyarakat.

"Dialog ini memperkuat kepercayaan, melindungi hak-hak minoritas, dan mendorong harmoni di tengah keberagaman bangsa kami," jelasnya.

“Kepercayaan tidak dibangun dalam semalam. Ia membutuhkan konsistensi dalam keterlibatan, kebijakan yang inklusif, serta komitmen terhadap keadilan,” sambungnya.

Irine menekankan bahwa parlemen Indonesia memainkan peran penting dalam menjaga keberagaman dan menjamin perlindungan terhadap kelompok minoritas agama.

"Di Indonesia, di mana agama hidup berdampingan dengan kepercayaan lokal, parlemen kami memainkan peran penting dalam memastikan bahwa keberagaman agama dilindungi dan dirayakan," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan bahwa Indonesia telah memiliki undang-undang yang menjamin kebebasan beragama dan melindungi komunitas minoritas dari diskriminasi, bahkan sebelum sistem legislatif saat ini terbentuk.

“Bahkan sebelum kami membentuk sektor legislatif, kami telah mengesahkan UU yang menjamin kebebasan beragama dan melindungi komunitas minoritas dari diskriminasi,” ujarnya.

Di akhir pernyataannya, Irine menekankan pentingnya kerja sama antaragama dan penguatan kerangka hukum untuk menjawab tantangan sosial yang terus berkembang.

"Kerangka hukum harus terus diperkuat untuk menjawab tantangan yang terus berkembang. Dalam kerja sama antaragama, para anggota parlemen secara aktif terlibat dengan pemimpin agama untuk membina dialog dan mencegah perpecahan sektarian," tuturnya.

“Organisasi berbasis agama merupakan mitra kunci dalam mempromosikan perdamaian dan kohesi sosial, pendidikan, serta kesadaran,” tambahnya.

Penulis :
Balian Godfrey