
Pantau - Kementerian Agama (Kemenag) tengah merancang regulasi khusus yang mengatur keberadaan dan tata kelola rumah doa, sebagai upaya mencegah konflik keagamaan seperti insiden yang terjadi di Sukabumi, Jawa Barat, baru-baru ini.
Rumah Doa Belum Diatur dalam Regulasi Eksisting
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama (PKUB) Kemenag, Muhammad Adib Abdushomad, menyatakan bahwa rumah doa kerap digunakan sebagai tempat ibadah oleh komunitas tertentu, namun hingga kini belum memiliki payung hukum yang jelas.
"Rumah doa dalam praktiknya kerap digunakan sebagai ruang ibadah, namun tidak memiliki payung hukum yang jelas," ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa Peraturan Bersama Menteri (PBM) Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 hanya mencantumkan tempat ibadah seperti masjid, gereja, pura, vihara, dan klenteng, tanpa menyentuh rumah doa yang bersifat privat atau digunakan secara terbatas.
"Ini menimbulkan dilema, di satu sisi merupakan ekspresi keagamaan yang dijamin oleh konstitusi, namun di sisi lain karena wilayah internum beribadah tersebut ekspresinya bersinggungan dan berdampak di ruang publik," jelas Adib.
Istilah "rumah doa" diketahui banyak digunakan di kalangan denominasi tertentu umat Kristen, seperti Gereja Pentakostal dan Injili, dan belum menjadi bagian dari regulasi resmi negara.
PKUB Kemenag telah menggelar dua kali Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan MUI, PGI, KWI, PHDI, PERMABUDHI, dan MATAKIN untuk menggali pemaknaan dan praktik penggunaan rumah doa.
Insiden Sukabumi Jadi Pengingat Urgensi Regulasi
Menurut Adib, insiden di Sukabumi menjadi pengingat penting atas kebutuhan regulasi ini.
Dalam kasus tersebut, sebuah rumah tinggal yang sebelumnya digunakan untuk produksi jagung dan peternakan ayam mulai digunakan sebagai tempat ibadah sejak April 2025.
Meski Ketua RT dan masyarakat telah menyampaikan keberatan secara persuasif, kegiatan ibadah tetap dilaksanakan dan menarik rombongan besar dengan berbagai moda transportasi yang mengganggu ketertiban lingkungan.
Ketegangan pun memuncak dan berujung pada aksi perusakan oleh massa pada 27 Juni 2025 siang.
"Kami menyesalkan terjadinya kekerasan dalam bentuk apa pun atas nama keberatan keagamaan. Regulasi ini justru disiapkan agar setiap persoalan bisa diselesaikan dalam koridor hukum dan dialog, bukan reaksi spontan yang merusak kerukunan," tegas Adib.
Regulasi yang tengah disusun akan mencakup definisi rumah doa, klasifikasi, prosedur pelaporan, mekanisme mediasi, serta pengaturan hubungan antara rumah doa dan lingkungan sekitar.
"Diharapkan regulasi ini bisa menjadi solusi di tengah dinamika masyarakat yang semakin majemuk secara keagamaan," tutupnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf