
Pantau - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menyatakan bahwa The Palace Museum di kawasan Forbidden City, Beijing, merupakan contoh nyata pelestarian warisan sejarah yang dilakukan secara berkelanjutan dan sistematis.
Pelestarian tersebut mencakup perawatan bangunan bersejarah, pengelolaan koleksi seni dan artefak, serta penyajian narasi sejarah yang edukatif kepada publik.
"Kita melihat bagaimana Forbidden City menjadi contoh nyata praktik preservasi dan konservasi yang berjalan terus-menerus. Mereka melakukan perawatan dan renovasi berkali-kali untuk mempertahankan nilai sejarahnya, sembari tetap menghadirkan pengalaman edukatif bagi pengunjung," ungkapnya.
Fadli Zon mengunjungi The Palace Museum dalam rangka kunjungan budaya ke Republik Rakyat Tiongkok, dan berdialog langsung dengan Direktur The Palace Museum, Wang Xudong.
Dorong Kolaborasi Museum Indonesia-Tiongkok
Dalam kunjungan tersebut, Fadli Zon membahas kerja sama strategis antara The Palace Museum dengan sejumlah museum di Indonesia, termasuk Museum Nasional Indonesia.
Ia menekankan pentingnya pembelajaran dari pengelolaan museum kelas dunia dalam upaya memperkuat peran museum sebagai pusat sejarah dan kebudayaan bangsa.
"Kami menekankan pentingnya kolaborasi jangka panjang dalam pelestarian warisan budaya, pengelolaan museum, serta peningkatan kapasitas sumber daya manusia," ujarnya.
Wang Xudong menyambut baik usulan kerja sama tersebut dan mendorong adanya pertukaran tenaga ahli, akademisi, serta peneliti antara Indonesia dan Tiongkok di bidang permuseuman.
Ia juga mengundang profesional Indonesia untuk menjalani residensi di The Palace Museum guna memperkaya praktik pengelolaan museum nasional.
The Palace Museum merupakan salah satu museum istana terbesar dan paling bersejarah di dunia, menempati kompleks Forbidden City yang merupakan bekas istana kekaisaran dari Dinasti Ming hingga Qing.
Kompleks ini dibangun sejak 1406 dan selesai pada 1420, terdiri dari sekitar 980 bangunan di atas lahan seluas 72 hektare, dengan desain simetris yang mencerminkan pusat kekuasaan dan simbol kosmologis Tiongkok.
Museum ini resmi dibuka pada tahun 1925 setelah berakhirnya sistem kekaisaran, dan sejak itu menjadi tempat penyimpanan serta pameran artefak kekaisaran, termasuk lukisan, kaligrafi, keramik, giok, tekstil, dan arsip sejarah.
Koleksi The Palace Museum saat ini mencapai lebih dari 1,86 juta objek, dan menerima lebih dari 17 juta pengunjung setiap tahun.
Dengan sebagian besar bangunan berbahan kayu, konservasi dilakukan secara berkala termasuk restorasi besar usai kebakaran pada masa Dinasti Qing.
Tahun 2025 menandai satu abad berdirinya The Palace Museum sebagai institusi publik, yang dirayakan dengan berbagai pameran tematik, program edukatif, dan kolaborasi budaya internasional.
Fadli Zon menyebut kunjungan ini menjadi momen refleksi penting bagi Indonesia untuk meningkatkan kualitas pengelolaan museum sebagai ruang pembelajaran lintas generasi.
Pemerintah Indonesia, menurutnya, berkomitmen menjadikan museum sebagai pusat pengetahuan sejarah dan budaya yang inklusif dan berkelanjutan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf