Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPRD dan Pemkot Banjarmasin Rampungkan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak untuk Tangkal Kekerasan yang Meningkat

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

DPRD dan Pemkot Banjarmasin Rampungkan Raperda Perlindungan Perempuan dan Anak untuk Tangkal Kekerasan yang Meningkat
Foto: Pansus DPRD Kota Banjarmasin dan Pemkot Banjarmasin berfoto bersama setelah menuntaskan pembahasan Raperda tentang perlindungan perempuan dan anak di gedung dewan kota, Senin (14/7/2025). (ANTARA/Sukarli)

Pantau - DPRD Kota Banjarmasin bersama Pemerintah Kota Banjarmasin telah merampungkan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.

Finalisasi Raperda ini disepakati dalam rapat pembahasan terakhir yang dipimpin oleh Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kota Banjarmasin, Feri Hidayat.

Raperda tersebut terdiri dari 50 pasal dan pembahasannya telah dimulai sejak Mei 2025 dan rampung pada Juli 2025, atau sesuai target waktu tiga bulan.

"Pembahasan Raperda ini dimulai pada Mei 2025 dan sesuai target telah rampung pada Juli 2025, atau dalam waktu tiga bulan," ungkap Feri.

Peraturan ini dirancang untuk memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan, baik fisik maupun psikis.

Feri menegaskan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Banjarmasin terus meningkat dari tahun ke tahun, sehingga pencegahan harus dilakukan sedini mungkin.

Ia berharap keberadaan Raperda ini dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat dan menciptakan rasa aman serta tentram, khususnya bagi perempuan dan anak.

Respons Positif dari UPTD PPA DP3A Banjarmasin

Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Anak (DP3A) Kota Banjarmasin, Susan, menyambut positif keberadaan Raperda tersebut.

"Sepanjang Januari hingga Juni 2025, kami telah menangani 90 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," ungkapnya.

Dari total kasus tersebut, tercatat 30 korban adalah anak laki-laki, 26 anak perempuan, dan 34 perempuan dewasa.

Susan menjelaskan bahwa mayoritas kasus yang ditangani berakar dari krisis moral, termasuk kekerasan fisik dan perilaku seksual menyimpang.

Ia juga mengapresiasi keberanian masyarakat dan para korban yang melapor, karena hal itu memungkinkan penanganan dilakukan lebih cepat dan korban mendapat perlindungan.

Penulis :
Shila Glorya