
Pantau - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan menyatakan telah menjamin iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) bagi 96,8 juta masyarakat miskin melalui skema Penerima Bantuan Iuran (PBI), berdasarkan data resmi hingga Juni 2025.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa masyarakat termiskin di desil 1 hingga 4 secara nasional telah dijamin iuran BPJS Kesehatannya oleh negara.
"Sebanyak 96,8 juta orang di-cover iuran BPJS Kesehatannya oleh pemerintah, masuk kategori PBI. Ini adalah orang-orang termiskin desil 1-4 (kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah secara nasional)," ungkapnya.
Dominasi Iuran PBI dalam Penerimaan JKN dan Tingginya Kunjungan ke Faskes
Pada tahun 2024, iuran dari segmen PBI menyumbang sekitar 29 persen dari total penerimaan JKN secara nasional.
Peserta dari segmen PBI juga menjadi kelompok dengan jumlah kunjungan tertinggi kedua ke fasilitas kesehatan hingga Mei 2025.
"Dalam setahun, ada 14,02 juta kunjungan dari penerima PBI yang besarnya sekitar 96 juta. 14,02 juta ini mengunjungi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 12,18 juta rawat jalan, dan 1,84 juta rawat inap," jelas Menkes.
Hingga Juni 2025, realisasi anggaran untuk iuran PBI mencapai Rp23,15 triliun atau 49,8 persen dari total pagu anggaran tahun 2025 sebesar Rp46,4 triliun.
Jumlah peserta aktif dalam segmen PBI JKN tercatat sebanyak 96.282.139 jiwa, dan pembayaran telah dilakukan berdasarkan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN) dengan nilai sebesar Rp3,84 miliar.
Perbaikan Data PBI Fokuskan pada DTSEN dan Eliminasi Penerima Tidak Layak
Meskipun kuota PBI mencapai 96,8 juta jiwa, belum semua dapat terdaftar karena terdapat bayi baru lahir tanpa Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebanyak 116.952 jiwa, serta adanya kuota reaktivasi sebanyak 400 ribu jiwa.
"Ini (kuota reaktivasi) mesti digunakan Kementerian Sosial untuk diskusi dengan pemerintah daerah (pemda), yang penting ada by name by address dan ada NIK-nya. Ada selisih sekitar 400 ribuan karena ada rekonsiliasi data itu, saat ini sedang dibersihkan oleh BPS. Jatahnya tetap diberikan, pemda bisa memasukkan nama-nama ke situ," jelas Budi.
Budi Gunadi menegaskan bahwa validasi data penerima PBI JKN kini hanya dapat merujuk pada DTSEN yang dikelola Badan Pusat Statistik (BPS).
"Sekarang kita sedang proses finalisasi, namun kita sudah setuju data itu ada di BPS, DTSEN. Kita boleh melakukan pemutakhiran data, tetapi begitu data sudah dimutakhirkan, harus kembali ke BPS. Hanya data BPS satu-satunya yang valid untuk PBI," ia mengungkapkan.
Ia juga mengakui selama puluhan tahun, data penerima PBI tidak pernah sinkron antara Kementerian Sosial, Kementerian Kesehatan, dan Dukcapil.
"Data PBI selama ini kita tidak pernah tahu mana yang benar atau enggak, antara Kemensos, Kemenkes, dan Dukcapil tidak pernah sama puluhan tahun. Kita berniat untuk membereskan ini, karena setiap tahun selalu diaudit Badan Pemeriksa Keuangan," tegasnya.
Upaya ini dilakukan agar bantuan negara tidak salah sasaran, khususnya mencegah masyarakat berpenghasilan tinggi menerima bantuan iuran BPJS Kesehatan secara tidak layak.
- Penulis :
- Shila Glorya