
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan uji formil terhadap Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2024 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya (UU KSDAHE), namun putusan ini menuai respons keberatan dari aliansi masyarakat sipil dan masyarakat adat.
Permohonan uji formil diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), serta Mikael Ane dari Masyarakat Adat Ngkiong Manggarai, Nusa Tenggara Timur.
"Kami menghargai putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Uji Formil UU KSDAHE yang kami mohonkan. Namun bagi kami pelibatan masyarakat terutama Masyarakat Hukum Adat dalam RDPU tidaklah cukup untuk menjamin aspek meaningful participation dalam pembentukan UU KSDAHE," demikian pernyataan dari perwakilan koalisi masyarakat sipil.
Proses Legislasi Dinilai Tertutup dan Tidak Inklusif
Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa meskipun proses pembentukan UU dilakukan secara tertutup, masyarakat tetap dapat mengakses pembicaraan melalui catatan rapat.
Namun, MK juga mencatat bahwa dari 22 rapat pembahasan yang terdiri dari 21 rapat Tingkat I dan 1 rapat Tingkat II, hanya 4 yang terbuka untuk publik, sementara sisanya berlangsung tertutup, termasuk rapat Tim Perumus dan Tim Sinkronisasi.
Aliansi masyarakat sipil menyoroti bahwa keterbatasan akses terhadap proses legislasi menjadi hambatan serius bagi partisipasi publik yang bermakna.
"Padahal hasil pemantauan dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk Konservasi Berkeadilan menemukan 20 dokumen proses rapat yang tidak dapat diakses," ujar mereka.
Sekretaris Jenderal AMAN, Rukka Sombolinggi, menegaskan bahwa Masyarakat Adat tidak merasakan partisipasi penuh dalam pembentukan UU KSDAHE.
"Undang-Undang ini boleh saja dianggap legal oleh para pengambil kebijakan, dan Mahkamah Konstitusi dengan menyatakan telah memenuhi syarat formil pembentukan perundang-undangan. Tapi bagi kami, Masyarakat Adat, proses pembentukan UU KSDAHE serta putusan MK ini tidak mencerminkan partisipasi penuh dan efektif," ungkapnya.
Pendapat Berbeda Dua Hakim MK
Putusan MK tidak diambil secara bulat. Dua hakim konstitusi, Suhartoyo dan Saldi Isra, menyampaikan pendapat berbeda (dissenting opinion) yang menyatakan bahwa proses pembentukan UU KSDAHE dilakukan secara tertutup tanpa alasan yang sah.
Keduanya menilai bahwa penutupan rapat pembahasan tersebut bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, sehingga UU KSDAHE seharusnya dianggap cacat formil.
Koalisi masyarakat sipil bersama akademisi dan masyarakat adat menyerukan agar proses legislasi ke depan, terutama yang menyangkut isu lingkungan hidup, tanah, dan sumber daya alam, harus menjamin partisipasi publik yang bermakna dan inklusif.
- Penulis :
- Aditya Yohan