Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Koperasi Merah Putih Harus Mandiri dan Tidak Bergantung pada APBN, Tegas Nurdin Halid

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Koperasi Merah Putih Harus Mandiri dan Tidak Bergantung pada APBN, Tegas Nurdin Halid
Foto: Wakil Ketua Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Nurdin Halid (sumber: DPR RI)

Pantau - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Nurdin Halid, menegaskan bahwa Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (Kopdeskel) harus mandiri dan tidak bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam menjalankan kegiatan ekonominya.

Nurdin menyatakan dukungannya terhadap pernyataan Ketua Satgas Kopdeskel, Zulkifli Hasan, bahwa koperasi tersebut hanya boleh menerima pinjaman dari bank-bank BUMN jika laporan keuangannya sudah menunjukkan keuntungan agar mampu mengembalikan pinjaman.

"Pendekatan instruktif harus dihindari. Kopdeskel harus berbisnis secara mandiri, jangan disuap dari atas. Pendekatannya harus berbasis usaha dan kebutuhan ekonomi riil masyarakat. Dengan alokasi aktivitas ekonomi produktif yang tepat, modal akan datang dengan sendirinya. Itulah makna ungkapan demokrasi dalam koperasi: dari anggota, oleh anggota, dan untuk anggota," ungkapnya.

Ia juga menyampaikan dukungannya terhadap program pemerintah yang mendorong bank BUMN memberikan pinjaman maksimal Rp3 miliar per koperasi dengan bunga 6% per tahun selama enam tahun.

Namun demikian, ia mengingatkan agar pinjaman hanya diberikan jika usaha koperasi layak secara bisnis untuk menghindari gagal bayar yang berpotensi mengorbankan dana desa sebagai jaminan.

"Intinya, koperasi tidak boleh bergantung pada subsidi. Koperasi harus mampu menjalankan usaha dan pelayanan kepada anggotanya secara efisien agar bertahan dan berkembang. Ingat, usaha koperasi harus berbasis usaha dan kebutuhan anggota karena koperasi adalah lembaga usaha milik semua anggota," tegas Nurdin.

Pentingnya Kemandirian dan Nilai Demokrasi dalam Kopdeskel

Nurdin menekankan bahwa koperasi harus dibangun berdasarkan partisipasi anggota dan fokus pada pelayanan terhadap usaha anggota, bukan semata-mata mencari keuntungan lembaga.

"Jangan sampai, kopdeskel hanya sekadar menjalankan kebijakan pemerintah. Kita harus belajar dari sejarah. Di era Orde Baru, KUD sukses jangka pendek swasembada beras, tetapi gagal menjadi pelaku ekonomi desa karena terlalu instruktif. KUD gagal karena tidak independen dan hanya menjalankan program pemerintah," ujarnya.

Ia juga menyesalkan kebijakan yang menetapkan kepala desa sebagai ex-officio ketua pengawas koperasi karena dinilai bertentangan dengan prinsip kemandirian dan nilai demokrasi koperasi.

"Kalau kepala desa dipilih karena kapasitasnya, itu sah. Tapi, jangan dipaksakan secara struktural karena hal itu menyalahi prinsip kemandirian koperasi. Pengurus dan Pengawas kopdeskel harus dipilih oleh warga desa dan kelurahan yang menjadi anggota koperasi. Pengurus yang memilih pengelola kopdeskel," jelasnya.

Sebagai solusi, Nurdin mengusulkan pendekatan lintas sektor dengan regulasi konkret, seperti Surat Keputusan Bersama (SKB) antarkementerian, khususnya bagi koperasi yang bergerak di sektor pertanian atau distribusi bahan pokok.

Ia mengajak seluruh pihak menjadikan Koperasi Merah Putih sebagai tonggak kebangkitan ekonomi Pancasila.

"Koperasi harus menjadi pelaku utama ekonomi nasional. Koperasi yang sehat dan masif akan memperkuat karakter bangsa, menjaga sumber daya alam, menjamin ketahanan pangan, dan menyatukan rakyat. Jangan sampai kesempatan emas ini gagal karena pendekatan yang keliru. Jika berhasil, Koperasi Merah Putih akan menjadi sejarah baru bagi ekonomi Indonesia," ia menegaskan.

Kopdeskel Merah Putih dan Visi Ekonomi Pancasila

Nurdin menyambut baik peluncuran 80 ribu Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih oleh Presiden Prabowo Subianto di Desa Bentangan, Wonosari, Klaten, Jawa Tengah, pada Senin (21/7).

Menurutnya, Kopdeskel Merah Putih merupakan strategi brilian Presiden Prabowo dalam mewujudkan Astacita yang bertujuan mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Ia juga menyatakan bahwa koperasi merupakan sistem ekonomi dan sistem nilai yang sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia.

Nilai-nilai Pancasila seperti kesetaraan, keadilan, persatuan, dan musyawarah mufakat, menurut Nurdin, tercermin dalam koperasi.

"Koperasi adalah bentuk nyata ekonomi Pancasila. Ekonomi konstitusi. Instruksi Presiden untuk membentuk Koperasi Merah Putih sudah tepat karena merupakan implementasi dari Pasal 33 ayat 1 UUD 1945. Dengan dan melalui koperasi, kita mempraktekkan nilai-nilai dalam Pancasila. Itulah ekonomi Pancasila berdasarkan Konstitusi Pasal 33," ungkapnya.

Nurdin menjelaskan bahwa koperasi merupakan lembaga usaha ekonomi yang tepat bagi Indonesia karena berbasis komunitas dan menjadi model pemberdayaan masyarakat desa dan kelurahan.

Koperasi Merah Putih, lanjutnya, akan memberdayakan masyarakat akar rumput di 80 ribu desa dan kota yang memiliki potensi ekonomi seperti pertanian, peternakan, perikanan, kerajinan, dan UMKM kuliner.

"Jadi, kami di Komisi VI mendukung penuh Kopdeskel Merah Putih ini dan berkomitmen untuk memperkuat ekosistem koperasi melalui dukungan regulasi, pembiayaan, pelatihan manajerial, dan integrasi ke rantai pasok nasional," tutup Nurdin.

Penulis :
Arian Mesa