
Pantau - Gedung Nusantara DPR RI dibangun atas gagasan Bung Karno untuk menjadikan parlemen sebagai simbol perjuangan rakyat tertindas.
Semangat itu kembali disuarakan dalam Seminar Nasional bertajuk “Dari CONEFO menjadi Rumah Rakyat” di Kompleks DPR RI, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
“Gedung ini bukan hanya soal bangunan fisik. Ia adalah simbol dari cita-cita global Bung Karno,” ujar Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, dalam sambutannya.
Gagasan Besar Bung Karno
Pembangunan Gedung Nusantara tak bisa dilepaskan dari gagasan CONEFO (Conference of the New Emerging Forces) yang dilahirkan setelah Konferensi Asia-Afrika 1955 di Bandung. Kala itu, Indonesia memprakarsai forum negara-negara Asia dan Afrika untuk melawan dominasi Blok Barat dan Blok Timur.
“Setelah Indonesia merdeka, Bung Karno merasa terpanggil memperjuangkan nasib bangsa lain di Asia dan Afrika,” jelas Bonnie, mengutip semangat zaman itu.
Proyek CONEFO memang tidak terwujud karena krisis politik 1965. Namun, Gedung Nusantara tetap berdiri dan menjadi penanda sejarah perjuangan melawan penindasan global.
Tafsir Arsitektur
Dirancang oleh Friedrich Silaban dan RM Soedarsono, Gedung Nusantara memiliki desain unik yang menyerupai kepakan sayap. Bonnie menilai bentuk tersebut bukan hasil dari desain awal, melainkan interpretasi publik yang muncul kemudian.
“Itulah tafsir (arsitektur) yang banyak muncul tapi dari sudut pandang postmodernisme. Justru semakin banyak tafsir, semakin bagus karena desain yang baik memang harus memantik diskusi dan perbincangan,” kata Bonnie menanggapi makna bentuk atap gedung.
Ia juga menyoroti kualitas desain arsitektural yang dinilai masih relevan meski telah berusia lebih dari 50 tahun.
“Desainnya sangat futuristik. Dibangun tahun 60-an, tapi sampai sekarang masih menjadi perbincangan arsitektur. Ini bukti bahwa arsitekturnya membaca masa depan,” ungkapnya.
Bukan Gedung Mati
Bonnie menegaskan, Gedung Nusantara bukan bangunan mati. Menurutnya, gedung ini merepresentasikan ide besar tentang dunia yang lebih setara dan adil.
“Saya ingin tekankan, kita memahami gedung ini bukan sekadar bangunan mati, tapi ada mimpi besar di baliknya. Mimpi tentang tatanan dunia yang lebih berkeadilan dan setara,” terangnya.
Ia menilai fungsi gedung ini harus berkembang seiring zaman. Bila dulu Bung Karno mengusung semangat global, kini gedung itu harus menyuarakan suara rakyat kecil dalam konteks demokrasi modern.
"Rumah rakyat mestinya meneruskan gagasan itu. Kalau dulu Bung Karno memimpikan dunia yang tanpa penindasan, maka hari ini parlemen harus menjadi tempat suara-suara yang anti penindasan terhadap rakyat," jelas Bonnie.
Tanggung Jawab Kini
Bonnie menyerukan agar Gedung Nusantara tidak berhenti sebagai simbol sejarah. Ia menekankan pentingnya edukasi kepada publik tentang makna gedung ini.
“Dengan kata lain, warisan sejarah bukan hanya untuk dikenang, namun dilindungi dan ditumbuhkan,” tegasnya.
Ia berharap parlemen bisa menjadi sumber semangat baru untuk menciptakan sistem politik yang lebih adil.
“Idealnya, gedung ini bukan hanya diisi oleh rutinitas politik dan legislasi. Tapi juga menjadi sumber semangat untuk menciptakan sistem politik yang membebaskan, yang adil, dan berpihak pada rakyat,” tandas Politisi Fraksi PDI-Perjuangan itu.
- Penulis :
- Khalied Malvino