
Pantau - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menargetkan seluruh tanah tempat ibadah dan lembaga pendidikan, termasuk pondok pesantren, tersertifikasi dalam waktu tiga tahun ke depan.
Menteri ATR/Kepala BPN, Nusron Wahid, menyatakan bahwa kebijakan ini mencakup tanah wakaf maupun nonwakaf yang digunakan untuk pendidikan dan keagamaan.
"Selama tiga tahun ke depan, kita ingin semua tanah untuk tempat ibadah dan lembaga pendidikan, baik yang wakaf maupun tidak, bisa tuntas sertifikasinya," ungkapnya.
Hingga saat ini, progres sertifikasi baru mencapai 38 persen dari total target sebanyak 700 ribu bidang tanah di seluruh Indonesia.
Tantangan dan Aturan Kepemilikan Tanah Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan seperti sekolah dan pondok pesantren berbadan hukum yayasan pada prinsipnya tidak diperbolehkan memiliki hak milik atas tanah.
Namun, Nusron menjelaskan bahwa terdapat pengecualian bagi lembaga pendidikan tertentu yang dapat memperoleh hak milik jika telah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri ATR/BPN.
"Khusus lembaga pendidikan diperbolehkan memiliki hak milik, sepanjang mendapatkan surat persetujuan dari Menteri ATR/BPN," ia mengungkapkan.
Hambatan Sertifikasi dan Solusi Pemerintah
Percepatan sertifikasi dinilai penting untuk menghindari potensi konflik di masa depan, terutama saat terjadi pergantian kepengurusan yayasan atau perubahan penggunaan tanah.
"Kalau tidak disertifikasi, ini bisa menimbulkan sengketa di kemudian hari. Ini menyangkut kepastian hukum atas tanah umat," tegas Nusron.
Salah satu hambatan utama dalam proses sertifikasi tanah wakaf adalah keterlambatan penerbitan Akta Ikrar Wakaf (AIW), yang menjadi kewenangan Kementerian Agama.
"Kalau tanah wakaf, biasanya lambat di AIW-nya. Itu di Kemenag. Kita harapkan bisa ada percepatan dari sana," jelasnya.
Pemerintah akan terus mendorong sinergi antarkementerian untuk memperlancar proses sertifikasi tanah, baik wakaf maupun nonwakaf, guna menjamin perlindungan hukum dan keberlanjutan fungsi sosial tanah umat.
"Oleh karena itu, jangan sampai nanti ke depan menjadi sengketa di kemudian hari," pungkas Nusron.
- Penulis :
- Arian Mesa