
Pantau - Kementerian Kesehatan menyatakan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun 1446 H/2025 M berjalan dengan lancar dan aman, meskipun persoalan kesehatan jemaah masih menjadi tantangan utama baik di tanah air maupun selama di Arab Saudi.
Mayoritas Jemaah Miliki Penyakit Penyerta
Kepala Pusat Kesehatan Haji Kemenkes, Liliek Marhaendro Susilo, menyampaikan apresiasi atas kelancaran ibadah haji tahun ini.
"Alhamdulillah, ibadah haji di tahun ini berjalan dengan lancar dan aman. Semoga jemaah menjadi mabrur dan menjaga kemabrurannya hingga akhir hayatnya," ungkapnya di Jakarta, Kamis.
Pada musim haji 2025, Indonesia memberangkatkan 203.149 jemaah haji reguler.
Dari jumlah tersebut, sekitar 80,43 persen atau lebih dari 153 ribu jemaah tercatat memiliki penyakit penyerta (komorbid).
Komorbid terbanyak adalah hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, dan penyakit paru.
Data Sistem Komputerisasi Haji Terpadu Kesehatan (Siskohatkes) menunjukkan adanya 258.159 kunjungan layanan rawat jalan di tingkat kloter dan hotel.
Kasus rawat jalan terbanyak adalah Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), hipertensi, dan myalgia.
Sementara itu, sebanyak 1.712 jemaah dirawat inap di rumah sakit Arab Saudi, dengan diagnosis utama pneumonia, komplikasi diabetes, dan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK).
"Tim medis juga telah bekerja keras untuk menekan angka kematian, terutama pada kelompok lansia dan jemaah dengan penyakit kronis," jelas Liliek.
Usulan Perbaikan Istitaah dan Respon Arab Saudi
Kemenkes menilai bahwa layanan kesehatan jemaah perlu diperkuat secara komprehensif dan berlapis, baik di dalam negeri maupun saat penyelenggaraan ibadah haji.
Deputi Bidang Koordinasi Pelayanan Haji Dalam Negeri BPH, Puji Raharjo, menyampaikan lima usulan terkait peningkatan sistem istitaah kepada Kementerian Haji dan Umrah Arab Saudi.
Usulan pertama adalah pemeriksaan istitaah dilakukan lebih awal agar sesuai dengan batas akhir pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH).
Usulan kedua adalah penegakan status "tidak layak berangkat" bagi jemaah dengan kasus medis berat, sesuai Keputusan Menteri Kesehatan.
Ketiga, tidak ada pembatasan usia, tetapi standar medis diperketat.
Usulan keempat, meningkatkan integrasi data antara Siskohatkes dan platform Nusuk milik Arab Saudi.
Usulan kelima adalah edukasi masif kepada calon jemaah terkait syarat istitaah dan opsi badal haji.
Pemerintah Arab Saudi merespons usulan tersebut dengan menekankan pentingnya pembatasan medis yang ketat.
Untuk penegakan istitaah, Arab Saudi menyetujui, namun tetap harus merujuk pada daftar persyaratan medis yang berlaku di negaranya.
"Dengan dilakukannya pertemuan evaluasi penyelenggaraan kesehatan haji ini merupakan momentum untuk perbaikan kebijakan di tahun depan dan diharapkan dapat merumuskan rekomendasi yang aplikatif dan solutif untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan haji di tahun-tahun mendatang," tutup Liliek.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf