
Pantau - Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa kritik dari rakyat saat ini hadir dalam berbagai bentuk kreatif, memanfaatkan kemajuan teknologi dan media sosial sebagai corong suara publik.
Menurut Puan, bentuk-bentuk kritik seperti ungkapan "kabur aja dulu", "Indonesia Gelap", lelucon politik seperti "negara Konoha", hingga penggunaan simbol bendera One Piece menjadi representasi keresahan masyarakat.
Ia menilai fenomena tersebut menunjukkan bahwa rakyat menyampaikan aspirasi mereka dengan bahasa zamannya sendiri.
"Setiap kata dan simbol dari rakyat mengandung pesan, keresahan, dan harapan," ungkapnya.
Kritik sebagai Ekspresi Demokrasi yang Harus Diberi Ruang
Puan menegaskan bahwa dalam sistem demokrasi, kebebasan berserikat, berkumpul, dan menyampaikan pendapat harus mendapatkan ruang yang luas.
Kebebasan itu, lanjutnya, tidak hanya dilakukan di bilik suara saat pemilu, tetapi juga melalui ruang dialog seperti balai desa, dapur rakyat, hingga di dalam gedung parlemen.
Ia mengajak semua pihak untuk bersama-sama membangun demokrasi yang dapat menghidupkan harapan rakyat.
Puan juga mengingatkan para pemegang kekuasaan agar bersikap bijak dalam merespons kritik, dengan hati yang jernih dan pikiran terbuka.
Kritik, katanya, tidak boleh dijadikan bara yang memecah persaudaraan, apalagi sampai memicu kekerasan, kebencian, atau merusak etika, moral, dan kemanusiaan.
Sebaliknya, ia mendorong agar ruang kritik dijadikan sarana menyadarkan penguasa, memperbaiki kebijakan, menuntut tanggung jawab, dan mendorong kemajuan bangsa.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Ahmad Yusuf