
Pantau - Suara gong pada sore pekan kedua Agustus 2025 menggema di Desa Pulau Tiga, Natuna, menandai dimulainya Kenduri Budaya Pulau Tiga yang menghadirkan kebersamaan, gotong royong, serta pelestarian warisan budaya.
Suara gong mengundang tamu undangan duduk bersila di atas tikar pandan, membentuk lingkaran mengelilingi hidangan yang tertutup tudung saji anyaman pandan.
Para tetua adat dan pejabat menempati gazebo panjang yang dihias sederhana dengan daun kelapa dan kerupuk khas daerah.
Setelah tudung saji diangkat, aroma ikan bakar dan gulai sapi menyeruak, disajikan bersama dua piring sayur, satu kue tradisional, nasi putih, air bening, dan air berasa sebagai simbol kesederhanaan.
Gotong Royong dalam Persiapan
Semua hidangan dibuat oleh masyarakat dengan gotong royong, bukan oleh koki atau desainer acara profesional.
Ibu-ibu menyiapkan bumbu, bapak-bapak memanggang ikan, sementara pemuda menghias daun kelapa dan menata tikar untuk tamu.
Di lapangan desa, panggung utama berdiri dengan rangka besi dikerjakan pekerja ahli, lalu dihias bambu dan tanaman lokal oleh warga sehingga menjadi panggung kebersamaan.
Panggung itu digunakan untuk pementasan budaya hasil workshop siswa hingga mahasiswa yang dilatih pada 10–12 Agustus 2025 di Museum Natuna.
"Melestarikan budaya merupakan tugas kita bersama. Oleh karena itu, kesadaran kolektif diperlukan, dan pada kegiatan Kenduri Budaya Pulau Tiga ini kami melestarikan tiga warisan budaya," kata Ardiyansyah, perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah IV Riau dan Kepri.
Tiga Warisan Budaya Natuna
Workshop tersebut mengajarkan tiga kesenian teater asli Natuna, yakni tari tupeng, lang-lang buana, dan mendu, lengkap dengan musik, syair, serta lakon.
Peserta dibagi dalam tiga kelompok untuk mempelajari sejarah, filosofi, hingga teknik pertunjukan dari maestro.
Siang hari mereka berlatih serius, malam hari menulis catatan agar ilmu tidak hilang.
Puncak Kenduri Budaya Pulau Tiga berlangsung pada 13–15 Agustus 2025.
Malam pertama ditampilkan tari tupeng yang menggambarkan keberanian, amanah, dan pantang larang.
Menurut maestro Dermawan (67), tari tupeng kini menjadi warisan berkat BPK Wilayah IV yang melatih generasi penerus.
Malam kedua menampilkan lang-lang buana yang menyajikan legenda pengembaraan manusia.
Malam terakhir dipentaskan mendu, sebuah teater serius penuh pesan moral.
Pertunjukan diperkaya lampu berwarna, busana khas, serta alur cerita yang membuat penonton larut, tertawa, hingga merenung.
Antusiasme dan Harapan Baru
Antusiasme warga sangat tinggi, kursi tidak cukup menampung penonton sehingga banyak yang berdiri atau duduk di tanah hingga acara usai.
Kehadiran mereka lahir dari rindu kebersamaan dan rasa bangga melihat budaya sendiri dimainkan generasi muda.
Kenduri Budaya Pulau Tiga menjadi bukti perjuangan BPK Wilayah IV yang berani membawa program hingga pulau terluar demi menjaga tradisi tetap hidup meski penuh tantangan biaya dan tenaga.
Selain tiga warisan utama, ditampilkan pula kesenian lain dengan pemain berbeda.
Bagi masyarakat Pulau Tiga, Kenduri Budaya menjadi ruang kebersamaan yang mengikat kembali tali yang hampir putus.
Banyak warga terharu menyaksikan generasi muda menampilkan tarian dan drama yang dulu hanya mereka lihat di masa kecil.
Acara ditutup dengan sukacita, lampu panggung padam, penonton pulang dengan cerita, dan masyarakat membawa rasa bangga serta harapan bahwa warisan budaya akan terus hidup, gotong royong tidak sekadar jadi cerita, dan tradisi tetap diwariskan.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf








