
Pantau - Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan bahwa naskah Sanghyang Kandang Karesian yang dibacakan dalam Sidang Paripurna HUT ke-80 Provinsi Jawa Barat di Gedung Merdeka, Bandung, harus dijadikan patokan pembangunan Jabar sebagai akar kebudayaan luhur masyarakat Sunda.
Pembangunan Harus Berakar pada Sejarah
Menurut Dedi, setiap bangsa maju selalu terikat pada konstitusinya yang berakar pada tradisi dan sejarah.
"Tidak ada satupun bangsa di dunia ini yang mencapai kemajuan dalam pembangunan bangsanya kecuali yang terikat pada konstitusi bangsanya. Konstitusi di negara-negara maju, itu adalah yang mempertahankan nilai tradisi yang terjadi pada masanya. Inggris mempertahankan kerangka masa lalu Amerika juga demikian. Dan Indonesia punya dua bangunan masa lalu yakni cerita sejarah dan kedua peninggalan kolonial," ungkapnya.
Ia menegaskan bahwa cerita sejarah memiliki peran penting dalam arah pembangunan.
"Pembangunan tidak melulu rangkaian teknokratis yang dibangun oleh pikiran-pikiran akademik, juga bukan fakta yang ditulis dalam buku-buku peraturan daerah tentang anggaran belanja. Pembangunan adalah keselarasan manusia dengan alamnya, dengan tanah, air dan udara. Kita diberikan tanah yang indah, tanah Sunda," ucap Dedi.
Dedi menjelaskan bahwa nilai-nilai keselarasan antara manusia dan alam sudah termaktub dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang, yang menjadi rujukan tata ruang, kehidupan masyarakat sipil, dan kerangka pembangunan pemerintahan dari kerajaan-kerajaan di Jawa Barat, mulai Tarumanagara hingga Sumedang Larang.
Nilai Luhur dalam Naskah Leluhur
Dalam naskah tersebut, Bab Tarumanagara mengisahkan pengelolaan sungai sebagai sumber kemajuan negara.
Bab Galuh Pakuan menggambarkan pembangunan di wilayah selatan Jawa Barat yang mengedepankan empati publik, pengorbanan demi keadilan, serta persenyawaan budaya pesisir dan pegunungan.
Bab Pakuan Pajajaran membicarakan pembentukan masyarakat sipil melalui pilar Karamaan, Karesian, dan Karatuan, sehingga tercipta negara gemah ripah lohjinawi.
Bab Cirebon dan Sumedang Larang meneguhkan nilai syariah secara harmonis sekaligus memperkuat tradisi Silih Asah, Silih Asih, Silih Asuh.
"Maka cipta rasa adalah menyempurnakan rasa yang dimiliki oleh orang Sunda. Sehingga rasa sebagai sendi utama untuk mengayuh pembangunan," tegasnya.
Namun, Dedi menilai nilai-nilai luhur tersebut mulai ditinggalkan dalam pembangunan Jabar saat ini.
Selama 80 tahun Jawa Barat berdiri, cita-cita luhur naskah Sanghyang Kandang Karesian dinilai belum terwujud, terlihat dari masih adanya ketimpangan sosial, kemiskinan, keterbatasan pendidikan, minimnya lapangan kerja, kerusakan tata ruang, hingga bencana dan masalah sosial lainnya.
"Semua orang bicara anggaran. Semua orang bicara keuangan. Dia lupa bahwa di balik anggaran ada rasa dan cinta yang bisa mengadakan yang ada, mentiadakan yang tiada. Kerangka (pesan leluhur) itu adalah koreksi diri. Kerangka ini harus dibangun, karena kita bertugas mengemban amanah. Titah dari Allah. Seluruh titah dari Allah. Harus kita pahami apa yang kita lihat dalam rangkaian peristiwa alam," pungkas Dedi.
- Penulis :
- Arian Mesa