billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pungli di Tebet Eco Park Dinilai Cemari Tujuan Awal Ruang Publik Hijau

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Pungli di Tebet Eco Park Dinilai Cemari Tujuan Awal Ruang Publik Hijau
Foto: (Sumber: Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth. ANTARA/HO-DPRD DKI Jakarta.)

Pantau - Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta Hardiyanto Kenneth menilai dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh komunitas fotografer di Tebet Eco Park merupakan bentuk penyalahgunaan ruang publik yang mencederai semangat taman hijau inklusif di Jakarta Selatan.

Dugaan Pungli dan Penyalahgunaan Ruang Publik

Kenneth menyebut praktik pungutan sebesar Rp500 ribu terhadap pengunjung yang ingin melakukan pemotretan di Tebet Eco Park tidak sejalan dengan tujuan awal pembangunan taman tersebut.

"Tindakan ini mencederai semangat taman, yaitu ruang terbuka hijau yang inklusif, gratis, dan dapat diakses semua lapisan masyarakat tanpa diskriminasi," ungkapnya.

Ia menegaskan, Tebet Eco Park dibangun menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta yang bersumber dari uang pajak masyarakat, sehingga seluruh fasilitas di taman merupakan hak publik yang tidak boleh dikomersialisasi tanpa izin resmi.

Menurut Kenneth, pungutan seperti ini dapat menimbulkan kesan bahwa ruang publik hanya diperuntukkan bagi mereka yang mampu membayar, padahal prinsip utamanya adalah keadilan akses bagi semua warga.

Desakan Investigasi dan Penataan Pengawasan

Kenneth juga menyoroti lemahnya pengawasan dari Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) serta Unit Pengelola Kawasan Tebet Eco Park terhadap aktivitas komersial di area taman.

"Kegiatan berbau komersial seharusnya diawasi ketat untuk mencegah praktik pungutan liar," ujarnya.

Ia mendesak Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Distamhut dan Pemerintah Kota Jakarta Selatan untuk segera melakukan investigasi mendalam terhadap dugaan pungli tersebut.

Pemerintah, lanjut Kenneth, perlu menelusuri apakah praktik pungli benar terjadi, siapa yang terlibat, serta bagaimana kegiatan tersebut bisa berlangsung tanpa pengawasan resmi.

Apabila terbukti, pihak-pihak yang terlibat harus dikenakan sanksi tegas, baik secara administratif maupun hukum.

Selain itu, Kenneth juga meminta Pemprov DKI menata ulang mekanisme perizinan aktivitas fotografi komersial di ruang publik agar batas antara kegiatan profesional dan kegiatan rekreasi warga menjadi lebih jelas.

Tujuan dari langkah ini, menurutnya, adalah untuk memastikan ruang publik tetap dapat diakses secara adil, bebas pungli, dan benar-benar menjadi tempat bagi seluruh warga tanpa diskriminasi.

Penulis :
Aditya Yohan