billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Diskontinuitas Pembangunan Nasional Jadi Sorotan, Wacana Pengembalian PPHN Dinilai Semakin Mendesak

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Diskontinuitas Pembangunan Nasional Jadi Sorotan, Wacana Pengembalian PPHN Dinilai Semakin Mendesak
Foto: (Sumber: Ilustrasi Kompleks Parlemen, Jakarta. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto))

Pantau - Dalam sistem ketatanegaraan Indonesia, persoalan diskontinuitas pembangunan nasional kembali menjadi sorotan, terutama akibat seringnya perubahan orientasi program dan prioritas kebijakan setiap kali terjadi pergantian kepemimpinan eksekutif.

Ketiadaan Haluan Negara Dinilai Timbulkan Kekosongan Strategis

Perubahan arah kebijakan ini mengakibatkan alokasi sumber daya yang tidak optimal dan menciptakan ketidakpastian bagi para pemangku kepentingan.

Dampaknya adalah terhambatnya pencapaian tujuan pembangunan secara konsisten dan berkelanjutan.

Sejak amandemen Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia tidak lagi memiliki dokumen Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang secara strategis bersifat mengikat dan dijadikan pedoman lintas pemerintahan.

Sebagai gantinya, pembangunan nasional saat ini merujuk pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang disusun berdasarkan visi dan misi presiden terpilih, dengan cakupan waktu hanya lima tahun.

Indonesia juga memiliki Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), namun kekuatan hukumnya tidak setara dengan produk hukum Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) seperti halnya GBHN di masa lalu.

Akibatnya, kesinambungan visi pembangunan jangka panjang antarpresiden menjadi sulit terjaga.

Hal ini menimbulkan kekosongan strategis yang membuat pemerintahan baru kerap merumuskan ulang arah pembangunan dari awal.

Wacana PPHN Muncul sebagai Jawaban atas Tantangan Jangka Panjang

Meskipun Pembukaan UUD 1945 telah memuat arah dasar bangsa secara filosofis, dinilai tetap dibutuhkan penjabaran operasional yang lebih spesifik dan aplikatif dalam menjawab tantangan kontemporer.

Tantangan-tantangan tersebut antara lain transisi energi, transformasi digital, hingga perubahan geopolitik dan isu strategis global lainnya.

Kesenjangan antara visi normatif dan implementasi kebijakan praktis menjadi salah satu dasar utama bagi munculnya wacana pengembalian Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN).

Urgensi kehadiran kembali PPHN diperkuat oleh kebutuhan akan arah pembangunan nasional yang mampu melampaui siklus politik lima tahunan dan menjamin konsistensi kebijakan jangka panjang.

Dalam konteks tersebut, kehadiran PPHN bukan sekadar pilihan politik, melainkan sebuah keharusan demi menjaga keberlanjutan visi kebangsaan yang utuh, menyeluruh, dan responsif terhadap perubahan zaman.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Aditya Yohan