
Pantau - DPR RI dan Pemerintah resmi menyepakati penerapan pungutan cukai untuk minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026.
Kesepakatan Penerapan Cukai MBDK
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari ekstensifikasi barang kena cukai (BKC).
"Ekstensifikasi barang kena cukai (BKC) antara lain penambahan objek cukai baru berupa minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) untuk diterapkan pada APBN 2026, di mana pengenaan tarifnya harus dikonsultasikan dengan DPR," ungkapnya.
Namun, besaran tarif cukai MBDK belum diputuskan dan masih perlu pembahasan lebih lanjut bersama DPR.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menegaskan penetapan tarif akan mempertimbangkan berbagai faktor, terutama dari sisi kesehatan masyarakat.
"Jadi, masih harus dikonsultasikan," ujarnya.
Selain DPR dan Kementerian Keuangan, pembahasan tarif nantinya juga akan melibatkan Kementerian Kesehatan.
Penerimaan Negara dan Target Kepabeanan
Kesepakatan penerapan cukai MBDK ini sejalan dengan meningkatnya target penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar 7,7 persen menjadi Rp334,3 triliun pada tahun 2026.
Penerimaan tersebut akan ditopang oleh beberapa kebijakan lain, antara lain cukai hasil tembakau (CHT), intensifikasi bea masuk perdagangan internasional, kebijakan bea keluar hasil sumber daya alam seperti batu bara dan emas, penegakan hukum terhadap peredaran barang kena cukai ilegal dan penyelundupan, serta peningkatan pengawasan nilai barang ekspor.
Komisi XI DPR RI bersama Pemerintah juga telah menyepakati asumsi dasar dalam RUU APBN Tahun Anggaran 2026 melalui pembahasan di Panja Pertumbuhan, Panja Penerimaan, dan Panja Defisit.
Adapun rincian postur penerimaan negara yang disepakati yakni pendapatan negara Rp3.147,7 triliun, dengan penerimaan perpajakan Rp2.692,0 triliun yang terdiri dari pajak Rp2.357,7 triliun dan kepabeanan serta cukai Rp334,3 triliun.
Selain itu, penerimaan negara bukan pajak (PNBP) ditetapkan sebesar Rp455,0 triliun, serta hibah sebesar Rp700 miliar.
- Penulis :
- Shila Glorya