
Pantau - Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menegaskan bahwa strategi investasi dana haji tidak berorientasi pada hasil setinggi-tingginya, melainkan pada prinsip optimal dengan keseimbangan antara imbal hasil dan risiko.
Investasi Berbasis Prinsip Optimal dan Jangka Panjang
Kepala Badan Pelaksana BPKH, Fadlul Imansyah, menekankan bahwa pengelolaan dana haji merujuk pada pendekatan optimal, bukan semata-mata mengejar keuntungan maksimal.
"Investasi ini bukan soal bagaimana mencapai hasil maksimal, tapi bagaimana mencapai hasil yang optimal. Karena dalam teorinya ada yang namanya risk and return trade off. Setiap investasi dengan target tertentu pasti mengandung risiko yang harus dikelola," ujarnya.
Fadlul menjelaskan bahwa BPKH mengadopsi prinsip pengelolaan dana jangka panjang dengan pola serupa pengelolaan dana pensiun.
"Kita ini layaknya mengelola dana pensiun. Kita harus tahu kapan jatuh tempo dan kapan dana mulai disetor. Dari usia penyetoran awal hingga jatuh tempo, semua itu ada kalkulasinya," katanya.
Ia menambahkan, proyeksi biaya haji bahkan dihitung untuk jangka waktu hingga 40–48 tahun ke depan, demi memastikan keberlanjutan pembiayaan ibadah haji.
"Dalam dunia asuransi atau dana pensiun, ini dikenal sebagai bunga teknis. Tapi karena kita menganut prinsip syariah, maka kita sebut sebagai tingkat hasil investasi teknis yang harus dicapai," ungkapnya.
Menurutnya, keberhasilan pengelolaan keuangan BPKH bukan diukur dari tingginya imbal hasil, tetapi dari kemampuan lembaga memenuhi kewajiban pembayaran biaya haji secara tepat waktu.
"Isunya bukan pada hasil investasi double digit atau triple digit, tetapi pada bagaimana BPKH bisa membayar kewajiban pada saat jatuh tempo. Banyak lembaga keuangan menghadapi masalah ketika mereka gagal memenuhi kewajibannya saat jatuh tempo," kata Fadlul.
Instrumen Syariah Jadi Fokus Utama
BPKH berkomitmen memperkuat tata kelola investasi yang prudent dan sesuai prinsip syariah demi keberlangsungan penyelenggaraan haji di masa mendatang.
Anggota Badan Pelaksana BPKH, Indra Gunawan, menyampaikan bahwa pengelolaan investasi BPKH berbeda dengan lembaga keuangan konvensional karena terikat pada prinsip syariah dan pasal tanggung renteng untuk menekan risiko kerugian.
"Pasar syariah di sektor keuangan masih terbatas, bahkan penetrasi perbankan syariah belum mencapai tujuh persen. Kami harus mencari celah di tengah pasar yang sempit dan aturan yang membatasi," ujarnya.
Ia menegaskan bahwa konsep investasi BPKH tidak mengikuti teori konvensional high risk high return.
" Kami harus memilih investasi dengan risiko yang terukur. Kalau risikonya tidak bisa dihitung, kami tidak masuk," kata Indra.
Menurutnya, sukuk negara menjadi instrumen investasi paling ideal bagi BPKH karena risikonya rendah, berbasis aset nyata, dijamin pemerintah, serta memiliki peringkat kredit tinggi.
"Risiko sukuk cenderung rendah, bahkan bisa dikatakan hampir tanpa risiko karena dijamin kedaulatan negara," ujar Indra.
- Penulis :
- Arian Mesa