
Pantau - Anggota Komisi VIII DPR RI Hidayat Nur Wahid menegaskan Kementerian Haji dan Umrah harus mampu memaksimalkan diplomasi dengan Pemerintah Arab Saudi untuk memperbaiki persoalan klasik penyelenggaraan ibadah haji, terutama soal biaya tinggi dan antrean panjang jemaah.
Usulan Pemangkasan Masa Tinggal dan Penggunaan Bandara Alternatif
Hidayat mendukung instruksi Presiden Prabowo Subianto agar biaya haji lebih terjangkau tanpa menurunkan kualitas layanan.
Salah satu langkah strategis yang ia usulkan adalah pemangkasan masa tinggal jemaah di Arab Saudi dari 40 hari menjadi 30 hari.
"Kalau masa tinggal jemaah bisa dipangkas menjadi 30 hari, maka biaya haji berpotensi berkurang sekitar Rp5 juta per orang. Itu salah satu yang harus dilobi secara serius ke pemerintah Saudi," ungkapnya.
Selama ini, masa tinggal panjang dikaitkan dengan keterbatasan bandara dan sistem penerbangan di Arab Saudi.
Menurut Hidayat, ada banyak alternatif bandara internasional yang bisa digunakan untuk memperlancar arus keberangkatan dan kepulangan jemaah.
"Selain Jeddah dan Madinah, ada bandara internasional di Taif, hingga Qassim yang sudah dipakai jemaah umrah maupun negara lain di Asia Tengah. Dengan lobi yang kuat, saya kira pemerintah Saudi bisa membuka akses ini untuk jemaah Indonesia," ujarnya.
Kritik Biaya Tiket Pesawat dan Optimalisasi Kuota Haji
Hidayat juga menyoroti mahalnya biaya tiket pesawat yang menjadi salah satu komponen besar dalam ongkos haji.
Menurutnya, sistem kontrak yang berlaku saat ini merugikan jemaah, karena mereka tetap harus membayar tiket penuh pulang-pergi meski pesawat kosong di salah satu rute.
"Secara fikih juga patut dikaji, apakah adil jemaah membayar sesuatu yang tidak mereka gunakan. Ini harus menjadi bahan negosiasi serius Kementerian Haji ke depan," katanya.
Selain menekan biaya, Hidayat menilai penting dilakukan lobi diplomatik untuk memaksimalkan serapan kuota haji.
Tahun ini tercatat masih ada 171 kuota reguler dan 148 kuota khusus yang tidak terisi.
"Jumlah ini memang tidak besar, tapi bila dibandingkan dengan antrean panjang jemaah reguler, setiap kuota yang tidak terserap berarti menambah daftar tunggu. Maka Kementerian Haji harus memastikan kuota yang ada terserap penuh," tegasnya.
Hidayat menambahkan, Kementerian Haji harus menjadi garda terdepan melanjutkan pengalaman panjang Kementerian Agama dalam mengelola ibadah haji.
"Daftar masalah sudah jelas, mulai dari kuota, biaya, hingga pelayanan. Tinggal bagaimana kementerian baru nanti bisa menyelesaikannya lewat lobi dan kerja sama yang lebih kuat dengan Saudi," pungkasnya.
- Penulis :
- Shila Glorya