
Pantau - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) menyelenggarakan Forum Konsultasi Publik (FKP) guna menyempurnakan dua dokumen kunci dalam program penurunan emisi karbon berbayar menjelang penutupan Program FCPF–Carbon Fund (FCPF–CF) pada 31 Desember 2025.
Dua dokumen tersebut adalah Indigenous Peoples Plan (IPP) yang mengatur perlindungan hak masyarakat adat, serta Benefit Sharing Plan (BSP) yang merinci mekanisme pembagian manfaat dan dana kepada masyarakat.
Forum Digelar di Empat Wilayah, Libatkan Desa hingga Komunitas Adat
Sekretaris Daerah Provinsi Kaltim, Sri Wahyuni, menjelaskan bahwa FKP digelar serentak di empat lokasi, yaitu Balikpapan, Berau, Kutai Kartanegara, dan Kutai Barat.
Kegiatan ini melibatkan masyarakat hingga tingkat desa, termasuk pemerintah desa, kelompok perempuan, komunitas adat, dan kelompok rentan.
"Tujuannya adalah menjangkau masukan langsung dari masyarakat di tingkat bawah, termasuk pemerintah desa, masyarakat adat, dan kelompok rentan," ujar Sri Wahyuni dalam pernyataannya.
Revisi kedua dokumen tersebut dilakukan agar proses pembagian manfaat berlangsung secara adil, akuntabel, serta menjamin pengakuan dan pemberdayaan masyarakat adat dalam kerangka skema REDD+.
Sejak tahun 2023 hingga 2024, manfaat awal dari program ini telah dirasakan oleh 441 desa dan 150 kelompok masyarakat, termasuk kelompok perempuan dan komunitas adat.
"Di Balikpapan, Penajam Paser Utara, dan Paser saja, ada 84 desa yang telah merasakan manfaatnya. Ini bukti bahwa mekanisme yang kita susun benar-benar menyentuh masyarakat," ungkapnya.
Sri Wahyuni menegaskan bahwa dokumen BSP dan IPP adalah dokumen kehidupan, yang akan terus diperbarui berdasarkan masukan masyarakat.
"Proses ini bukan sekadar prosedural, melainkan landasan dari prinsip keadilan sosial dan pengakuan hak adat dalam REDD+," tambahnya.
Siap Diserahkan ke Bank Dunia, Kaltim Dorong Mekanisme Jangka Panjang
Forum konsultasi tingkat provinsi direncanakan digelar pada minggu kedua September 2025 sebagai tahap konsolidasi akhir sebelum dokumen diserahkan kepada mitra pendanaan, yaitu Bank Dunia.
Pemprov Kaltim berharap Bank Dunia dapat segera menyelesaikan pembayaran berbasis hasil senilai 80,1 juta dolar AS sebelum program berakhir.
Pembayaran tersebut dinilai sebagai bentuk komitmen serta penghargaan terhadap implementasi program penurunan emisi yang telah dijalankan secara optimal oleh Kalimantan Timur.
Selain itu, Pemprov Kaltim juga mendorong pengembangan mekanisme jangka panjang pasca berakhirnya FCPF–CF, termasuk mempersiapkan skema perdagangan karbon yang berkelanjutan.
Menurut Sri Wahyuni, pengalaman dan kesiapan dokumen saat ini menjadi modal penting untuk membuka peluang kerja sama dan investasi hijau di masa depan.
"Ini bukan hanya tentang menurunkan emisi, tapi tentang menjaga hutan untuk generasi mendatang dan menunjukkan kepada dunia bahwa pembangunan hijau bisa dimulai dari Kalimantan Timur," tegasnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan








