Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Nurhadi Desak Pemerintah Fokus Turunkan Stunting dan Prioritaskan Status Penyuluh BKKBN

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Nurhadi Desak Pemerintah Fokus Turunkan Stunting dan Prioritaskan Status Penyuluh BKKBN
Foto: (Sumber: Anggota Komisi IX DPR RI Nurhadi saat Rapat Kerja Komisi IX dengan Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Kamis (4/9/2025). Foto: Eno/vel)

Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengkritik keras pendekatan pemerintah dalam penanganan stunting yang dinilai masih bersifat seremonial tanpa dampak signifikan di lapangan.

Kritik terhadap Penanganan Stunting dan Koordinasi Program

Nurhadi menegaskan bahwa meski pemerintah sering menyuarakan komitmen menurunkan angka stunting, kenyataannya masih banyak anak-anak di pelosok desa yang mengalami kekurangan gizi dan minim pendampingan.

"Kita menghadapi ironi. Negara bicara soal bonus demografi, tapi anak-anak yang seharusnya jadi bonus malah terancam jadi beban karena kualitas SDM yang rendah. Kalau prevalensi stunting tidak turun signifikan, ini kegagalan besar negara," ungkapnya.

Ia juga menyoroti potensi tumpang tindih antara program Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) dengan Kementerian Kesehatan, terutama dalam intervensi gizi pada seribu hari pertama kehidupan (HPK).

Nurhadi mempertanyakan skema koordinasi BKKBN dan mengingatkan soal risiko pemborosan akibat duplikasi anggaran.

"Pertanyaan saya, apakah BKKBN punya skema koordinasi yang jelas, atau kita akan menyaksikan lagi praktek duplikasi anggaran yang boros? Saya ingin BKKBN menjamin setiap rupiah benar-benar sampai pada seribu HPK di desa terpencil," ia mengungkapkan.

Desakan untuk Prioritaskan Penyuluh BKKBN

Selain isu stunting, Nurhadi juga menyoroti status para penyuluh BKKBN yang disebut sebagai ujung tombak dalam program keluarga berencana dan penurunan stunting.

Dari 16 ribu penyuluh aktif di Indonesia, 11 ribu di antaranya masih berstatus non-ASN, sementara kebutuhan nasional mencapai 40 ribu orang.

"Kalau penyuluh dianggap sebagai pilar penting, mengapa pengangkatan mereka tidak pernah diprioritaskan? Bahkan saya melihat di RKA 2026 tidak ada anggaran untuk itu. Padahal kita masih defisit sekitar 20 ribu penyuluh," ungkap Nurhadi.

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan kegiatan formal dan seremonial jika ingin mencetak generasi yang sehat dan berkualitas menyambut bonus demografi.

Penulis :
Aditya Yohan