
Pantau - Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, meminta pemerintah daerah agar bijak dan berhati-hati dalam menggunakan Zona Nilai Tanah (ZNT) sebagai acuan penetapan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), mengingat potensi gejolak sosial akibat kenaikan pajak yang tidak sesuai daya beli masyarakat.
Pernyataan tersebut disampaikan Nusron dalam Rapat Kerja bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 8 September 2025.
"Oleh karena itu, penggunaan ZNT sebagai dasar penyesuaian NJOP harus dilakukan berdasarkan kajian yang komprehensif dengan mempertimbangkan kondisi perekonomian masyarakat serta aspek penting lainnya," ujarnya.
Batas Aman Plus Minus 25 Persen, ZNT Harus Sesuai Kondisi Lokal
Nusron menyoroti bahwa di beberapa wilayah, penggunaan ZNT sebagai dasar penetapan pajak daerah kerap menimbulkan protes publik karena nilai ZNT yang cenderung lebih tinggi dari NJOP.
Hal tersebut memicu kenaikan signifikan pada tagihan PBB masyarakat.
"Kalau menggunakan pendekatan plus minus 25 persen masih relatif aman biasanya. Biasanya kalau di bawah 25 persen atau di atas ini akan menimbulkan gejolak. Biasanya, tapi ini tidak sama antara satu daerah dengan daerah lain," jelasnya.
Ia menegaskan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda, sehingga penyesuaian NJOP dan tarif PBB perlu memperhatikan daya beli masyarakat serta stabilitas penerimaan daerah secara keseluruhan.
ZNT Diintegrasikan dengan Sistem Pajak Daerah dan Pencegahan Korupsi
Sebagai bagian dari upaya transparansi dan peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), Kementerian ATR/BPN mendorong integrasi data ZNT dengan sistem PBB dan BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan) milik pemerintah daerah melalui skema host to host.
" Saat ini KPK juga mendorong agar pemanfaatan Zona Nilai Tanah oleh Pemda dapat dilakukan oleh prinsip integrasi host to host antara PBB dan BPHTB," kata Nusron.
Langkah ini merupakan bagian dari roadmap pencegahan korupsi yang melibatkan KPK dalam pengawasan sistem administrasi pertanahan dan perpajakan.
Meski strategis, Nusron mengingatkan bahwa penggunaan ZNT secara tergesa-gesa dan tanpa kajian mendalam justru dapat memperburuk sentimen masyarakat terhadap kebijakan pertanahan.
ZNT Digunakan dalam Berbagai Layanan dan Referensi Kebijakan
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 128 Tahun 2015, ZNT dimanfaatkan dalam berbagai layanan pertanahan, antara lain:
- Pendaftaran perpanjangan dan pembaruan hak atas tanah
- Pendaftaran pemindahan atau pengalihan hak atas tanah
- Informasi nilai tanah atau aset properti
Selain itu, ZNT juga digunakan sebagai dasar:
- Penentuan tarif layanan pertanahan
- Penilaian nilai tanah untuk pembangunan kepentingan umum
- Konversi nilai tanah ke satuan rumah susun dalam program konsolidasi tanah vertikal
- Referensi keberhasilan program konsolidasi rumah
ZNT dapat menjadi referensi perpajakan daerah apabila sudah terdapat MoU dan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara pemerintah kabupaten/kota dan Kementerian ATR/BPN, sebagaimana diatur dalam Surat Edaran Menteri ATR/BPN tahun 2020 nomor PT.03.01/299/II.
"Nilai yang disajikan pada peta ZNT adalah nilai pasar yang berlaku pada saat ini sehingga dipastikan nilainya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan NJOP, sehingga jika digunakan sebagai referensi perpajakan daerah, maka diperlukan penyesuaian kebijakan daerah," tutup Nusron.
- Penulis :
- Aditya Yohan