Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Wamen BUMN Tiko Tegaskan Indonesia Mandiri dalam Sistem Pembayaran Digital Lewat GPN, QRIS, dan BI-Fast

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Wamen BUMN Tiko Tegaskan Indonesia Mandiri dalam Sistem Pembayaran Digital Lewat GPN, QRIS, dan BI-Fast
Foto: Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (Wamen BUMN) Kartika Wirjoatmojo saat menghadiri Digital Resilience Summit 2025, di Gedung Peruri, Jakarta (sumber: ANTARA/Maria Cicilia Galuh)

Pantau - Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmojo menegaskan transformasi digital di sektor keuangan Indonesia berhasil membangun kemandirian melalui Gerbang Pembayaran Nasional (GPN), Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS), dan BI-Fast.

Indonesia Lepas Ketergantungan dari Visa dan Mastercard

Menurut Kartika Wirjoatmojo yang akrab disapa Tiko, pencapaian tersebut menjadi bukti Indonesia tidak lagi sepenuhnya bergantung pada jaringan global seperti Visa dan Mastercard.

"Kita tahu waktu itu diputuskan bahwa kita harus lepas secara bertahap ketergantungan kita kepada Visa dan Mastercard dengan membangun GPN, QRIS, dan BI-Fast," ungkapnya.

Tiko menjelaskan, Kementerian BUMN bersama Bank Indonesia dan seluruh perbankan nasional membangun ekosistem pembayaran dari awal.

Ekosistem tersebut mencakup infrastruktur, hardware, software, integrasi API, hingga aspek keamanan.

Dengan adanya sistem pembayaran nasional, Indonesia kini lebih mandiri.

"Sekarang kita bisa lihat bahwa sistem pembayaran Indonesia cukup mandiri, tidak tergantung kepada sistem pembayaran luar negeri, dan keamanannya juga tidak jelek," ujarnya.

Perkuat Keamanan Digital dan Perlindungan Data

Tiko menekankan pembangunan infrastruktur digital harus dilakukan secara terstruktur dengan mengutamakan keamanan.

Ia menyebut perlunya enkripsi, sistem autentifikasi multifaktor, hingga tata kelola pengembangan aplikasi yang terintegrasi.

Langkah ini diyakini dapat meminimalisir risiko peretasan maupun phishing.

Selain itu, Tiko juga menyoroti pentingnya perlindungan data pribadi.

"Kita bersama-sama pemerintah dan seluruh pelaku swasta, lembaga pemerintah, memastikan bahwa kepercayaan publik kepada perlindungan data harus berjalan dengan efektif, termasuk dengan digital consent dan sebagainya," tegasnya.

Ia menambahkan, insiden kebocoran data harus dijadikan momentum untuk memperkuat tata kelola sesuai Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP).

Penulis :
Shila Glorya