
Pantau - Pemerintah Kota Jakarta Timur berkomitmen untuk melakukan pemantauan rutin terhadap kepemilikan Alat Pemadam Api Ringan (APAR) sebagai bagian dari upaya pencegahan risiko kebakaran di wilayahnya.
Langkah ini merupakan tindak lanjut dari Instruksi Gubernur Nomor 5 Tahun 2025 tentang Gerakan Masyarakat Punya APAR (Gempar), yang bertujuan membentuk budaya siaga kebakaran sejak dini di tengah masyarakat.
Wali Kota Jakarta Timur, Munjirin, menyampaikan bahwa pemantauan akan dilakukan setiap minggu untuk menilai sejauh mana masyarakat sudah memiliki APAR di rumah, kantor, maupun fasilitas umum.
APAR Jadi Langkah Kecil Penyelamat Besar
Munjirin menekankan pentingnya kepemilikan APAR di setiap tempat, mengingat alat ini mampu memadamkan kebakaran ringan sebelum membesar dan meluas.
“APAR yang harganya tidak seberapa tapi bisa menyelamatkan bahaya kebakaran. Kebakaran yang tadinya mungkin kecil bisa diselesaikan dengan APAR, sehingga tidak menjadi besar dan tidak menyusahkan kita semuanya,” jelasnya.
Untuk memastikan efektivitas pelaksanaan Gerakan Gempar, camat dan lurah di seluruh Jakarta Timur diminta aktif memantau perkembangan di wilayah masing-masing.
Pemkot juga melibatkan unsur RT/RW, sekolah, lembaga kesehatan, serta perkantoran dalam gerakan ini, sehingga kepemilikan APAR tidak hanya menjadi tanggung jawab individu, tetapi gerakan kolektif masyarakat.
Apel Deklarasi Gempar Libatkan Semua Elemen
Pada apel deklarasi Gerakan Gempar di Kecamatan Pulogadung, seluruh komponen masyarakat termasuk ASN, TNI/Polri, dan warga setempat menunjukkan kesiapan mendukung gerakan ini.
Munjirin berharap semangat ini tidak berhenti hanya dalam deklarasi semata.
“Saya ingin gerakan ini tidak hanya berhenti sampai yang tadi mengikuti apel saja dan masyarakat yang mempunyai APAR, tapi mereka juga bisa mengajak tetangga kanan kiri untuk ikut mempunyai APAR juga,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa gerakan ini sangat penting, terutama di wilayah padat penduduk yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap kebakaran.
Jakarta Timur Kedua Tertinggi Kasus Kebakaran
Berdasarkan data dari Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) DKI Jakarta, tercatat 922 kasus kebakaran terjadi di Jakarta dari Januari hingga pertengahan Juli 2025.
Jakarta Barat mencatat jumlah tertinggi dengan 260 kasus, disusul Jakarta Timur sebanyak 242 kasus.
Objek yang paling banyak terbakar adalah bangunan perumahan dengan 345 kejadian, diikuti bangunan umum dan perdagangan sebanyak 197 kejadian, serta kendaraan sebanyak 42 kejadian.
Sebanyak 61 persen penyebab kebakaran diduga berasal dari permasalahan kelistrikan, seperti:
- Komponen listrik yang tidak sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
- Instalasi listrik yang tidak memenuhi standar
- Kelalaian penggunaan listrik di rumah maupun kantor
Gerakan Gempar diharapkan dapat memperkuat kesiapsiagaan masyarakat dalam menghadapi risiko kebakaran dan menekan angka kejadian melalui kesadaran preventif yang dimulai dari lingkungan terdekat.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf