
Pantau - Komisi VIII DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kantor Kementerian Agama Provinsi Jawa Tengah untuk mensosialisasikan perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.
Sosialisasi UU dan Peralihan Fungsi Kementerian
Kunjungan ini turut mengundang Kabid Haji tingkat provinsi serta Kasi Haji dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Abdul Wachid, menyampaikan bahwa sosialisasi penting agar pelaksanaan haji ke depan berjalan lebih baik setelah terbentuknya Kementerian Haji dan Umrah yang akan mengambil alih sebagian fungsi Kementerian Agama.
"Perubahan UU ini sifatnya tidak menyulitkan, harus soft, dan tidak menimbulkan keributan, baik terkait masalah kantor maupun personal seperti pergeseran antara Kabid dan Kasi dari Kemenag ke Kementerian Haji dan Umrah, nah ini yang sudah kami diskusikan dan kami akan tindaklanjuti kedepannya yang lebih konkrit lagi setelah keluarnya keputusan presiden (Kepres)," ungkap Wachid.
Evaluasi Pelaksanaan Haji Sebelumnya
Dalam kesempatan itu, Wachid juga menyoroti sejumlah persoalan pada penyelenggaraan haji tahun sebelumnya.
Permasalahan yang disebutkan antara lain kebijakan multi syarikah yang kurang tersosialisasi hingga menimbulkan kericuhan, keterlambatan layanan catering, pemondokan jamaah yang tersebar di lokasi jauh dan sempit, serta keterlambatan bus yang menyebabkan jamaah harus berjalan kaki dari Arafah, Muzdalifah, hingga Mina.
"Yang pertama ada pada catering yang kemarin menjadi masalah karena ada jamaah yang H-2 sebelum Arafah dan H+2 setelah Arafah itu banyak jamaah haji yang tidak bisa mendapatkan makanan karena ada persoalan masalah kontrak pihak catering dengan pihak Arab Saudi. Untuk yang kedua adalah masalah pemondokan, pemondokan kemarin tersebar dengan pemondokan yang kecil-kecil dan tempatnya yang terlalu jauh itu juga menimbulkan satu masalah, itu juga yang berada di sana. Yang terakhir kaitannya dengan kegiatan di Arafah, Musdalifah, Mina. itu juga ada persoalan mengenai problem transportasi, salah satunya bus yang melakukan pergeseran itu datangnya terlambat jadi banyaknya jamaah yang tidak bisa naik bus tapi jalan kaki dari Arafah, Musdalifah, Mina," jelasnya.
Selain itu, Wachid menekankan perlunya penyelesaian masalah "haji batu" atau haji dana talangan.
Menurutnya, praktik lama yang memungkinkan jamaah mendaftar dengan setoran awal Rp5 juta tanpa bisa melunasi biaya penuh telah menyebabkan antrean panjang dan tersendatnya penerbitan visa.
"Persoalan haji batu ini harus diselesaikan. Kalau masih ada jamaahnya, maka dananya harus dikembalikan. Tapi kalau sudah tidak jelas, harus diputuskan uang itu milik siapa. Ini yang akan kami bahas bersama Kementerian Haji dan Umrah," katanya.
Komisi VIII berharap pelaksanaan haji tahun 2026 lebih baik dan terbebas dari persoalan serupa.
"Tujuan kita jelas, bagaimana jamaah bisa beribadah dengan tenang dan nyaman," tegas Wachid.
- Penulis :
- Arian Mesa