
Pantau - Perubahan nama dari Kantor Komunikasi Kepresidenan (KKK) menjadi Badan Komunikasi Pemerintah (BKP) diharapkan bukan sekadar pelabelan ulang secara birokratis, melainkan sebuah transformasi mendalam dalam strategi komunikasi pemerintah.
Transformasi ini dirancang untuk memperkuat daya saing komunikasi pemerintahan dalam menghadapi kompleksitas politik, sosial, dan perkembangan teknologi informasi.
Keberhasilan BKP bergantung pada presisi eksekusi, koordinasi lintas sektoral yang kuat, serta kemampuan adaptif dalam menjawab tantangan komunikasi pemerintahan yang semakin dinamis.
Mewujudkan Komunikasi Pemerintah yang Holistik dan Responsif
Perubahan struktur ini menandai pergeseran paradigma dari pendekatan komunikasi yang sentralistik ke arah yang lebih holistik, mencakup seluruh ekosistem pemerintahan.
Transformasi ini ditargetkan dapat memperluas cakupan koordinasi, meningkatkan sinergi antarinstansi, serta melakukan restrukturisasi organisasi yang lebih adaptif dan visioner.
Tujuan utamanya adalah menyatukan narasi pemerintah dalam konteks fragmentasi informasi dan polarisasi opini publik yang semakin tajam.
Dengan cakupan lebih luas, BKP tidak hanya menangani kebijakan strategis presiden, tetapi juga bertugas mengoordinasikan pesan-pesan dari kementerian dan lembaga.
Dalam era post truth, di mana fakta kerap dikaburkan oleh opini yang viral, peran BKP menjadi sangat krusial untuk menyatukan narasi lintas sektor secara konsisten.
Namun, tanpa otoritas yang jelas dan mekanisme koordinasi yang solid, upaya ini dapat terjebak dalam birokrasi yang lamban dan tidak efektif.
Koordinasi antar kementerian menjadi tantangan utama karena kerap terkendala ego sektoral dan inkonsistensi pesan.
BKP harus mengambil peran sebagai konduktor narasi nasional, bukan sekadar penyalur informasi pasif di media sosial.
Diperlukan struktur organisasi yang ramping, langkah yang visioner, dan kepekaan tinggi terhadap isu-isu kritis yang menyentuh langsung kepentingan masyarakat.
Menavigasi Komunikasi Digital dan Krisis di Era Informasi Real-Time
Komunikasi pemerintah, menurut Joel Netshitenzhe, harus berbasis pada program dan strategi terpadu—sebuah prinsip yang bisa menjadi landasan BKP dalam mengelola komunikasi nasional.
Restrukturisasi yang dilakukan secara tepat akan memperkuat komunikasi yang terpadu, kredibel, dan akuntabel.
BKP harus memiliki otoritas memadai untuk menavigasi komunikasi lintas lembaga, membentuk hub nasional kolaborasi strategis, dan memperkuat efektivitas perangkat komunikasi kementerian/lembaga.
Peran BKP mencakup pengelolaan komunikasi pemerintahan, penyebarluasan informasi, serta penanganan krisis komunikasi.
Pengelolaan tersebut menuntut kemampuan merumuskan narasi yang koheren, memiliki resonansi kuat di tengah masyarakat, serta inklusif namun tetap tegas.
Media sosial telah menjadi medan utama dalam komunikasi publik.
Dalam ekosistem yang dibanjiri hoaks dan disinformasi, BKP harus bergerak cepat, memanfaatkan algoritma media sosial, dan menjangkau audiens secara efektif.
Namun, kecepatan tidak cukup—kualitas konten adalah penentu utama: konten harus autentik, transparan, dan relevan.
Pemerintah juga bisa mencontoh pendekatan negara-negara maju, seperti Gedung Putih yang mampu masuk ke ruang digital generasi muda melalui figur komunikator non-konvensional.
Pengalaman masa lalu menunjukkan kelemahan komunikasi pemerintah, mulai dari respons yang terlambat hingga sikap defensif yang memperburuk persepsi publik.
Krisis seperti kebocoran data, bencana alam, atau kegagalan kebijakan memperlihatkan betapa lemahnya fondasi komunikasi yang dibangun.
Untuk itu, BKP harus memiliki tim yang terlatih, mampu bergerak dalam hitungan jam, dan siap menghadapi kritik secara terbuka tanpa sikap reaktif.
Menjadi Game-Changer dalam Perang Narasi Digital
BKP dituntut menjadi game-changer di media sosial, di mana opini sering kali mengalahkan fakta.
Platform seperti X (dulu Twitter) memberikan ruang besar bagi pemerintah menjangkau publik secara langsung, namun juga rentan memperkuat narasi negatif melalui algoritma.
BKP perlu menguasai strategi komunikasi digital, memanfaatkan data analitik, memahami sentimen publik, dan menyesuaikan narasi secara real-time.
Tanpa kemampuan adaptasi, pemerintah akan terus kalah dalam perang narasi di ranah digital.
Keberhasilan komunikasi pemerintah kini sangat bergantung pada transparansi dan tingkat kepercayaan publik terhadap informasi resmi.
Masyarakat Indonesia semakin kritis dan terhubung dalam jejaring real-time yang sering kali tidak terkendali.
Isu-isu sensitif seperti konflik agraria, isu keagamaan, dan ketimpangan ekonomi memerlukan pendekatan komunikasi yang cerdas, sensitif, dan empatik.
Dalam kasus relokasi warga akibat proyek infrastruktur, komunikasi pemerintah harus mampu menunjukkan empati sekaligus menjelaskan manfaat jangka panjang secara transparan.
Tanpa kemampuan tersebut, BKP hanya akan menjadi pelapis retoris di tengah badai kritik yang terus berhembus.
Menetapkan Indikator dan Berinvestasi pada SDM Komunikasi
Keberhasilan komunikasi pemerintahan melalui BKP harus diukur dengan indikator yang jelas, seperti:
- Tingkat kepercayaan publik,
- Efektivitas respons krisis,
- Jangkauan pesan digital.
Pemerintah harus berinvestasi dalam sumber daya manusia, dengan membentuk tim komunikasi digital yang terlatih, ahli data analitik, dan profesional dalam manajemen krisis.
Tanpa investasi tersebut, perubahan struktural seperti pembentukan BKP hanya akan menjadi langkah kosmetik tanpa dampak substansial bagi komunikasi pemerintahan yang modern dan tangguh.
- Penulis :
- Aditya Yohan