Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Dukung Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi RI–Rusia, Dewi Asmara: Instrumen Penting Hadapi Kejahatan Global

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

DPR Dukung Ratifikasi Perjanjian Ekstradisi RI–Rusia, Dewi Asmara: Instrumen Penting Hadapi Kejahatan Global
Foto: (Sumber: Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Dewi Asmara. (ANTARA/HO-dok pribadi))

Pantau - Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Dewi Asmara, menyatakan dukungan penuh terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Ekstradisi antara Republik Indonesia dan Federasi Rusia yang tengah dibahas di parlemen.

Dewi menyebut bahwa ratifikasi perjanjian ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat kerangka hukum nasional dalam menghadapi kejahatan lintas negara yang semakin kompleks.

"Perjanjian ini akan menjadi instrumen penting untuk menangani berbagai tindak kejahatan serius, mulai dari korupsi, pencucian uang, narkotika, hingga kejahatan siber. Semua itu membutuhkan kerja sama internasional yang kuat," ujarnya.

Kepastian Hukum dan Implikasi Diplomatik

Dari sisi hukum, Dewi menilai bahwa perjanjian ekstradisi ini akan memberikan kepastian lebih baik dibandingkan mekanisme sebelumnya yang hanya mengandalkan deportasi secara administratif.

Perjanjian ini menetapkan bahwa ekstradisi dapat dilakukan terhadap tindak pidana dengan ancaman hukuman minimal satu tahun, menjadikan prosesnya lebih jelas, terstruktur, dan mengikat kedua negara secara hukum.

Ratifikasi ini juga dinilai strategis secara diplomatik, mengingat hubungan bilateral Indonesia dan Rusia telah berlangsung stabil sejak tahun 1950, meskipun dunia terus dihadapkan pada dinamika geopolitik global.

"Kerja sama dengan Rusia, sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB dan anggota G20, akan membuka peluang bagi Indonesia memperluas jaringan kerja sama hukum dengan negara-negara lain," tambahnya.

Perlindungan WNI dan Dorongan Revisi UU Ekstradisi

Dewi menekankan bahwa pengawasan ketat terhadap implementasi perjanjian ekstradisi sangat penting agar tidak disalahgunakan dan tetap berpihak pada kepentingan nasional Indonesia.

Ia juga mendorong pemerintah dan DPR untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1979 tentang Ekstradisi, yang dinilai tidak lagi memadai dalam menghadapi tantangan hukum di era digital dan kejahatan berbasis teknologi informasi.

"Revisi harus menutup celah hukum, memberi kejelasan tindak pidana yang dapat diekstradisi, serta mempertimbangkan mekanisme berlaku surut," tegas Dewi.

Ia menambahkan bahwa perlindungan terhadap warga negara Indonesia (WNI) juga harus menjadi bagian penting dari perjanjian ini, termasuk memastikan tidak terjadi penyalahgunaan hukum terhadap WNI di luar negeri.

"Pemerintah harus memastikan bahwa perjanjian ini tidak hanya memudahkan ekstradisi WNI dari Rusia, tetapi juga melindungi mereka dari potensi penyalahgunaan hukum," ujarnya.

Manfaat bagi Kepentingan Nasional

Dewi juga menyoroti keberadaan warga negara Rusia di Indonesia yang diduga terlibat kasus hukum di negaranya. Ia menegaskan bahwa perjanjian ini harus bersifat dua arah.

"Indonesia harus memanfaatkan perjanjian ini untuk meminta ekstradisi bila diperlukan, sehingga tidak hanya sekadar memenuhi permintaan dari pihak Rusia," katanya.

Menurut Dewi, perjanjian ekstradisi ini sejalan dengan arah kebijakan luar negeri Indonesia, termasuk kerja sama dalam forum BRICS, serta kerja sama di bidang pendidikan, transportasi, dan BUMN.

"Ini bukan hanya tentang penegakan hukum, tetapi juga memperkuat posisi Indonesia dalam jejaring global," tutup Dewi Asmara.

Penulis :
Aditya Yohan