
Pantau - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menegaskan bahwa fungsi utama agama adalah untuk kemanusiaan, bukan sekadar ritual yang menegaskan ketuhanan, apalagi dijadikan alat pembenar kekerasan.
Agama untuk Manusia, Bukan untuk Tuhan
Pesan tersebut disampaikan Menag dalam keynote speech pada Indonesian Humanitarian Dialogue 2025 yang digelar di Jakarta.
"Agama itu untuk manusia, bukan untuk Tuhan. Tuhan tidak akan bertambah ketuhanan-Nya meski semua manusia beribadah, dan tidak akan berkurang jika manusia berhenti beribadah. Jadi, untuk apa kita beragama? Untuk manusia itu sendiri, untuk kepentingan kemanusiaan," ujarnya.
Menag menekankan bahwa agama hadir untuk menumbuhkan cinta kasih dan menjinakkan sifat liar manusia, bukan untuk mempersempit maknanya menjadi alat konflik.
Ia menyayangkan bahwa dalam praktiknya, ajaran agama sering kali melenceng dari tujuan aslinya, dan justru digunakan sebagai legitimasi untuk kekerasan atau permusuhan.
"Kalau ada yang mengajarkan agama tapi mengedepankan kebencian, itu bukan agama. Agama hadir untuk cinta kasih, bukan konflik atau permusuhan," tegas Nasaruddin.
Acara tersebut turut dihadiri oleh Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno, yang juga menyoroti pentingnya pendekatan humanis dalam kehidupan beragama.
Transformasi Teologi: Dari Maskulin Keras ke Feminin Penuh Kasih
Menag mengajak umat beragama untuk melakukan transformasi teologis, dari teologi maskulin yang keras menuju teologi feminin yang penuh kasih sayang.
"Agama harus menjinakkan jiwa yang liar dan meredam keganasan maskulinitas yang sering menjadi sumber konflik. Jangan sampai agama dipakai memperkuat maskulinitas yang keras, karena itu bertentangan dengan esensinya," jelasnya.
Ia juga mengkritisi pola selama ini di mana agama hanya dilibatkan sebagai ‘pemadam kebakaran’ setelah konflik muncul.
Menurut Nasaruddin, peran agama harus dihadirkan sejak awal sebagai bagian dari sistem pencegahan masalah sosial.
"Selama ini agama hanya diminta menyelesaikan akibat, padahal sebabnya tidak disentuh. Kita perlu membaca ulang kitab suci agar kerangka besar kemanusiaan benar-benar hadir. Agama harus ikut mencegah masalah, bukan sekadar menyelesaikan setelah muncul," pungkasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf