
Pantau - Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) periode 2019–2024, Prof Mahfud Md, menegaskan bahwa kebebasan berekspresi merupakan fondasi utama negara demokrasi seperti Indonesia, namun harus tetap diiringi dengan tanggung jawab hukum di era digital.
“Kebebasan berekspresi itu menjadi hal penting di dalam kehidupan kita berbangsa dan bernegara,” ujarnya dalam seminar nasional bertema "Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 105/PUU-XXII/2024 Kebebasan Berpendapat Tanpa Batas: Demokrasi Berkembang atau Anarki Digital" yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Andalas (UNAND), Sumatera Barat.
Sejarah Lahirnya UU ITE dan Dinamika Revisi
Dalam kuliah umumnya, Mahfud membahas sejarah dan dinamika Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), khususnya perjalanan menuju UU No. 1 Tahun 2024 yang merupakan revisi ketiga dari UU No. 11 Tahun 2008.
Ia menjelaskan bahwa pada awal 2000-an, Indonesia mulai memasuki era digital dengan perkembangan pesat interaksi masyarakat secara daring, termasuk munculnya fenomena penipuan digital, penyebaran fitnah, dan transaksi keuangan online.
Kondisi tersebut mendorong pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk merespons melalui penerbitan UU No. 11 Tahun 2008 tentang ITE dengan tujuan mengatur agar aktivitas digital tidak merugikan pihak lain.
UU ITE pertama kali digunakan dalam kasus Prita Mulyasari, yang mengeluhkan pelayanan rumah sakit dan akhirnya dijerat pasal pencemaran nama baik.
Pada 2016, UU tersebut direvisi menjadi UU No. 19 Tahun 2016, yang mempertegas pendekatan hukum pidana terhadap pelanggaran digital.
Namun revisi tersebut tetap menuai kritik, terutama setelah kasus Baiq Nuril, seorang guru yang dipidana karena merekam percakapan asusila kepala sekolah tempat ia bekerja.
Perlu Keseimbangan Antara Hukum dan Kebebasan Digital
Mahfud menyebut bahwa meskipun telah direvisi tiga kali, UU ITE terus menjadi objek gugatan publik, menandakan bahwa isu kebebasan berekspresi di ruang digital masih menjadi perhatian utama.
Ia menekankan pentingnya menyeimbangkan perlindungan hukum dengan penghormatan terhadap hak-hak warga negara dalam berekspresi.
“Perlu batas, bukan pembatasan, agar ruang digital tidak menjadi tempat tumbuhnya anarki, namun tetap menjunjung tinggi demokrasi,” ungkap Mahfud.
Dengan kemajuan teknologi dan media sosial, Mahfud menilai peran negara menjadi penting dalam menjaga agar kebebasan digital tidak berubah menjadi pelanggaran terhadap hak orang lain.
- Penulis :
- Aditya Yohan