
Pantau - Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) DPR RI menegaskan pentingnya implementasi Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 dalam revisi Undang-Undang Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sebagai dasar pengelolaan dan kebijakan yang berpihak pada kepentingan rakyat.
Juru Bicara Fraksi PKB, Rivqy Abdul Halim, menyampaikan bahwa Pasal 33 UUD 1945 secara jelas menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
"PKB menekankan agar perumusan kebijakan, pengaturan, dan pengelolaan BUMN didasarkan pada Pasal 33 UUD 1945," ungkap Rivqy.
BP BUMN Diusulkan Jadi Pengatur, Bukan Sekadar Pengelola
Meskipun memberikan sejumlah catatan kritis, F-PKB tetap menyatakan persetujuannya terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN.
Salah satu poin yang disoroti F-PKB adalah perubahan nomenklatur lembaga pengelola BUMN menjadi Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN).
Dengan nomenklatur baru ini, pengelolaan BUMN diharapkan menjadi lebih optimal dan tidak tumpang tindih dengan kewenangan Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara.
"Fraksi PKB mengusulkan Badan Pengaturan BUMN berwenang menyetujui atau tidak menyetujui rencana kerja yang diajukan oleh BPI Danantara," kata Rivqy.
Selain itu, BP BUMN juga harus memiliki wewenang dalam menyetujui atau menolak usulan restrukturisasi BUMN oleh BPI Danantara, termasuk usulan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, dan pemisahan.
Setiap keputusan tersebut, menurut F-PKB, harus didasarkan pada indikator yang jelas dengan tujuan utama optimalisasi kinerja perusahaan negara demi kesejahteraan rakyat.
Kritik atas Praktik BUMN, Dorong Profesionalisme dan Transparansi
Rivqy menekankan bahwa prinsip kekeluargaan dan orientasi pada kesejahteraan rakyat tidak boleh hilang dalam setiap kebijakan BUMN.
Ia juga mengingatkan pentingnya kehati-hatian dalam pengelolaan BUMN, mengingat keuntungan dan kerugian perusahaan merupakan tanggung jawab manajemen masing-masing.
" Kami juga mendorong adanya pengaturan kewenangan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam memeriksa BUMN sesuai dengan ketentuan perundangan yang ada," jelasnya.
Catatan yang disampaikan F-PKB tidak hanya sebagai pedoman pelaksanaan revisi, tetapi juga sebagai evaluasi terhadap pengelolaan BUMN yang dinilai masih menghadapi banyak persoalan.
Rivqy menyebut bahwa BUMN selama ini sering dikritik karena dianggap tidak profesional dan bahkan menjadi "sapi perah" serta alat pembagian kekuasaan oleh sejumlah pihak.
Oleh karena itu, Fraksi PKB menegaskan bahwa arah pengelolaan BUMN ke depan harus benar-benar untuk kepentingan rakyat, bukan hanya segelintir kelompok.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Ahmad Yusuf