
Pantau - Kementerian Keuangan meminta pemerintah daerah mempercepat realisasi belanja agar dana mengendap di bank dapat memberikan stimulus bagi perekonomian daerah.
Dana Mengendap Tertinggi Sejak 2021
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menegaskan bahwa percepatan belanja menjadi tantangan utama bagi pemerintah daerah.
"Ini menjadi tantangan bagi daerah, bagaimana mereka mempercepat itu (belanja) sehingga saldo kasnya bisa lebih baik, tidak kelihatan tinggi," ungkapnya.
Data Kementerian Keuangan mencatat dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan mencapai Rp233,11 triliun per 31 Agustus 2025.
Angka ini merupakan yang tertinggi sejak 2021, jauh di atas kisaran normal Rp178 triliun hingga Rp203 triliun.
Menurut Kemenkeu, dana mengendap tersebut umumnya terjadi akibat kendala dalam perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pola Belanja Daerah dan Sebaran Dana
Proses penyusunan anggaran biasanya dilakukan pada September–Oktober sebelum tahun anggaran berjalan, lalu dilanjutkan dengan pengadaan dan kontrak.
Berdasarkan tren historis, kontrak baru mulai berjalan pada April, sementara realisasi belanja biasanya terakselerasi pada tiga bulan terakhir tahun berjalan.
Dengan pola tersebut, dana transfer yang sudah diterima cenderung tertahan di bank pembangunan daerah (BPD).
Jika dana tahun sebelumnya ditambah dengan transfer baru tidak segera dibelanjakan, saldo kas daerah di bank akan semakin meningkat.
Meski begitu, nilai dana mengendap biasanya menurun di akhir tahun, mencapai kisaran Rp95 triliun hingga Rp100 triliun.
Astera menambahkan, "Walaupun kami tetap tidak menutup mata, karena ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan dengan optimal."
Per Agustus 2025, sebaran dana pemerintah daerah di perbankan tercatat sebagai berikut:
- Jawa (119 pemda) Rp84,77 triliun atau 36,37 persen
- Kalimantan (61 pemda) Rp51,34 triliun atau 22,03 persen
- Sumatera (164 pemda) Rp43,63 triliun atau 18,71 persen
- Sulawesi (87 pemda) Rp19,27 triliun atau 8,27 persen
- Maluku dan Papua (67 pemda) Rp17,34 triliun atau 7,44 persen
- Bali dan Nusa Tenggara (44 pemda) Rp16,75 triliun atau 7,19 persen
- Penulis :
- Leon Weldrick