Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

KPK Dorong Transparansi Pengadaan Haji 2026, Soroti Titik Rawan dan Risiko Gratifikasi

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

KPK Dorong Transparansi Pengadaan Haji 2026, Soroti Titik Rawan dan Risiko Gratifikasi
Foto: (Sumber: Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf bertemu dengan pimpinan KPK bahas pencegahan korupsi terkait penyelengaraan haji. ANTARA/HO-KPK..)

Pantau - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mendorong Kementerian Haji dan Umrah untuk memperkuat transparansi dalam proses pengadaan barang dan jasa (PBJ) guna memastikan layanan haji tahun 2026 berjalan akuntabel dan bebas dari penyimpangan.

“Prinsipnya itu transparansi, kalau ada proses lelang, pengadaan, sebaiknya dipublikasikan saja,” ungkap Setyo saat audiensi bersama pimpinan Kementerian Haji dan Umrah di Gedung Merah Putih, Jakarta.

Pentingnya transparansi semakin disoroti karena pada tahun 2026 sebanyak 221 ribu jemaah haji Indonesia akan diberangkatkan, dengan estimasi perputaran dana mencapai Rp17–20 triliun.

KPK Soroti Titik Rawan dan Potensi Penyimpangan dalam Layanan Haji

Setyo menegaskan bahwa keterbukaan dalam proses pengadaan akan memudahkan pengawasan publik dan mencegah persoalan seperti yang terjadi pada penyelenggaraan haji sebelumnya, yang tidak hanya menyangkut kuota, tetapi juga aspek-aspek layanan lainnya.

Menteri Haji dan Umrah, Mochamad Irfan Yusuf, menyampaikan komitmennya untuk mewujudkan penyelenggaraan haji yang efektif, akuntabel, dan transparan.

“Kami minta bantuan KPK untuk bisa menjalankan amanah sesuai yang diperintahkan oleh Presiden,” ujar Irfan.

Dalam pertemuan tersebut, Kementerian Haji dan Umrah memaparkan sejumlah titik rawan dalam PBJ, termasuk potensi markup dan gratifikasi dalam pengadaan gelang identitas, buku manasik, hotel, penerbangan, katering, serta transportasi.

Juga disoroti risiko kerugian negara akibat premi asuransi yang melebihi nilai aktuaria.

Risiko Gratifikasi dan Upaya Mitigasi oleh KPK

Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, menekankan bahwa risiko terbesar bukan hanya kerugian negara, melainkan juga potensi penerimaan upeti.

“Yang paling rawan itu bukan kerugiannya, tapi menerima upeti karena semua orang itu pasti ingin berangkat,” tegas Fitroh.

Ia juga mengingatkan agar seluruh proses pengadaan didokumentasikan secara lengkap sebagai bentuk antisipasi terhadap konflik kepentingan dan pelanggaran etika.

Sebagai bagian dari upaya pencegahan, Kementerian Haji dan Umrah meminta bantuan KPK untuk melakukan tracing terhadap calon pejabat yang bergeser dari Kementerian Agama.

“ Kami mohon bisa dipantau oleh KPK untuk clean and clear agar ke depan tidak ada masalah bagi kami,” ungkap Irfan.

Komitmen Bersama dan Dukungan KPK untuk Perbaikan Layanan

KPK menyambut baik kerja sama ini dan menawarkan dukungan berupa hasil kajian pelaksanaan haji, penguatan integritas petugas, serta pengawasan terhadap layanan haji 2026.

Setyo menekankan pentingnya perbaikan sistem secara konsisten, profesional, dan berorientasi pada kemanusiaan.

“Kami percaya di bawah kepemimpinan Gus Irfan sebagai Menteri Haji dan Umrah, (layanan haji) ini akan sangat berubah untuk menuju yang lebih baik,” ujarnya.

Penulis :
Ahmad Yusuf