
Pantau - Komisi X DPR RI menyoroti kondisi memprihatinkan fasilitas pendidikan di Papua Barat Daya setelah melakukan kunjungan kerja reses ke Kota Sorong pada Senin, 6 Oktober 2025.
Sekolah Dasar dan Menengah di Sorong Dinilai Tidak Layak
Dalam kunjungan tersebut, Komisi X meninjau langsung SD Negeri 3 Sorong dan SMP Negeri 5 Sorong yang dinilai tidak layak untuk proses belajar mengajar.
SD Negeri 3 Sorong dilaporkan tidak memiliki toilet meskipun menampung sekitar 300 siswa, yang berpotensi menimbulkan risiko kesehatan bagi peserta didik.
Sementara itu, SMP Negeri 5 Sorong kerap disalahgunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab pada malam hari untuk kegiatan mabuk-mabukan.
“Hal ini mengakibatkan hilangnya sejumlah aset sekolah dan mengganggu keamanan lingkungan belajar,” ungkap Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani saat memimpin kunjungan tersebut.
Komisi X menilai kondisi tersebut menunjukkan masih adanya ketimpangan dalam pemerataan pembangunan sekolah di Indonesia, khususnya di wilayah timur.
Revitalisasi pendidikan yang ditargetkan rampung pada 2025 disebut belum sepenuhnya menyentuh daerah-daerah di Papua Barat Daya.
Komisi X Beri Bantuan dan Desak Pemerintah Atasi Hambatan Regulasi
Sebagai langkah awal, Komisi X memberikan bantuan sebesar Rp100 juta untuk masing-masing sekolah guna mendukung perbaikan mendesak.
“Oleh karena itu, Komisi X memberikan bantuan sebesar Rp100 juta untuk masing-masing sekolah guna perbaikan mendesak,” ujarnya.
Namun, politisi Fraksi PKB tersebut menilai bantuan tersebut belum cukup untuk memperbaiki seluruh fasilitas yang rusak.
Komisi X menegaskan bahwa pada tahun 2026, nilai bantuan akan disesuaikan dengan tingkat kerusakan di masing-masing sekolah.
Selain itu, Komisi X meminta pemerintah pusat agar dana revitalisasi pendidikan dapat digunakan secara lebih fleksibel agar perbaikan di Papua Barat Daya segera terealisasi.
Kendala utama dalam pelaksanaan program ini disebut terletak pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 106 Tahun 2021 yang mengatur pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK dari pemerintah provinsi ke pemerintah kabupaten/kota di wilayah Papua dan Papua Barat.
Aturan tersebut dinilai menyebabkan sejumlah permasalahan seperti keterlambatan gaji guru serta perubahan struktur organisasi dinas pendidikan daerah.
“Hal ini membuat dana pendidikan provinsi tidak bisa digunakan untuk pembangunan maupun revitalisasi sekolah. Komisi X berencana mengoordinasikan persoalan ini dengan Kemendagri agar tidak menghambat peningkatan mutu pendidikan,” tegas Lalu Hadrian Irfani.
Dengan komitmen tersebut, Komisi X DPR berharap revitalisasi pendidikan dapat dirasakan secara merata oleh seluruh sekolah di Papua Barat Daya.
DPR juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan kementerian terkait untuk mempercepat pembenahan sarana pendidikan di wilayah tersebut.
- Penulis :
- Shila Glorya