
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI, I Wayan Sudirta, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) harus mampu menciptakan keseimbangan kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam proses penyidikan hingga penuntutan.
Menurutnya, sinkronisasi antar-lembaga penegak hukum merupakan kunci utama untuk menghadirkan kepastian hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat.
Selama ini masih terjadi tarik-menarik kewenangan antara kepolisian dan kejaksaan dalam menangani perkara pidana.
“Penyidik di kepolisian merasa memiliki kewenangan penuh dari tahap penyelidikan sampai penyidikan, sementara kejaksaan sebagai dominus litis merasa perlu terlibat sejak awal agar proses penegakan hukum berjalan efektif dan akuntabel,” ujarnya.
Perlu Rumusan Pasal yang Saling Menguatkan
I Wayan menyatakan bahwa perbedaan pandangan antara kepolisian dan kejaksaan harus diakomodasi dalam rumusan pasal yang adil dan saling memperkuat, bukan saling meniadakan.
“Akademisi dan pembuat kebijakan harus mampu mencari jalan tengah. Polisi tidak boleh merasa diintervensi, namun jaksa juga perlu menjalankan perannya sebagai pengendali perkara sesuai prinsip dominus litis,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya pembatasan waktu dalam proses penyidikan demi mencegah ketidakpastian hukum yang merugikan semua pihak.
“Idealnya harus ditentukan berapa lama penyidikan bisa dilakukan. Tanpa batas waktu, pelapor maupun terlapor sama-sama dirugikan,” jelas I Wayan.
Selain itu, ia menyoroti praktik bolak-balik berkas perkara antara polisi dan jaksa yang perlu dibatasi jumlahnya agar proses hukum berjalan lebih efisien.
“Kalau tidak dibatasi, bisa saja terjadi tiga kali, empat kali, bahkan lebih. Idealnya dua kali atau tiga kali sudah cukup agar proses hukum lebih efisien,” katanya.
Restorative Justice dan Penguatan Peran Jaksa
I Wayan juga menyoroti pentingnya pengaturan restorative justice dalam RKUHAP dengan mekanisme pengawasan yang ketat.
“Kita tidak ingin aparat menggunakan restorative justice untuk kepentingan pribadi. Penyelesaian harus alamiah dan tidak boleh ada tekanan kepada para pihak,” tegasnya.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara, Dr. Abd. Qohar A.F., turut menyampaikan pandangannya mengenai pentingnya peran jaksa sebagai pengendali perkara.
“Jaksa tidak hanya sebagai penuntut, tetapi juga pengendali perkara sejak awal penyidikan. Sinergi antara polisi dan jaksa mutlak diperlukan agar tidak ada tumpang tindih kewenangan,” ungkapnya.
Dengan penguatan peran jaksa sebagai dominus litis dan kejelasan batas wewenang antar-lembaga, diharapkan RKUHAP mampu menjawab tantangan reformasi hukum pidana di Indonesia.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf