
Pantau - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengimbau agar kampus-kampus keagamaan Islam di Indonesia menghidupkan kembali ilmu-ilmu Islam klasik yang kini mulai terpinggirkan dari dunia akademik.
Ia menekankan bahwa warisan keilmuan Islam tradisional memiliki peran besar dalam membentuk peradaban Islam di masa lalu dan seharusnya tetap relevan untuk masa kini.
Ilmu-Ilmu Klasik dan Relevansinya di Era Modern
Menag menyebut sejumlah disiplin keilmuan seperti ilmu moral, ilmu mantik (logika), ilmu falak, ilmu waris, dan ilmu hadis sebagai warisan intelektual penting umat Islam.
Namun, ia menyayangkan bahwa ilmu-ilmu tersebut kini semakin jarang diajarkan secara mendalam di lingkungan perguruan tinggi.
Salah satu ilmu yang ia soroti secara khusus adalah ilmu ‘arudh’, yakni ilmu tentang timbangan syair Arab.
"Tanpa menguasai ilmu ‘arudh’, sehebat apapun seseorang berbahasa Arab, ia tidak akan mampu membuat syair. Padahal syair adalah ekspresi budaya Islam yang sarat nilai moral dan keindahan," jelasnya.
Menag juga menekankan pentingnya ilmu falak, yang menurutnya bukan sekadar ilmu astronomi, tetapi juga jalan untuk mengenali kebesaran Tuhan.
Ia mengutip Surah Al-Fathir ayat 28, seraya menegaskan, “Ilmu falak mengingatkan kita bahwa segala keteraturan di langit dan bumi adalah cermin kekuasaan Allah. Ulama sejati bukan hanya ahli teks, tetapi juga mampu membaca tanda-tanda alam.”
Selain itu, Menag mengingatkan bahwa ilmu waris adalah ilmu yang pertama kali akan hilang dari umat, sebagaimana disebutkan dalam hadis Nabi Muhammad SAW.
Menurutnya, banyak orang mampu menghafal rumus waris, namun hanya sedikit yang memahami penerapannya dalam konteks hukum modern.
Tambahan Maqasid dan Makna Kalamullah
Menag menyampaikan pentingnya memahami maqasid al-syari’ah (tujuan-tujuan syariat), bukan hanya berhenti pada tataran hukum fiqih.
Ia bahkan mengusulkan agar maqasid yang selama ini berjumlah lima, ditambah satu lagi, yaitu menjaga lingkungan (hifzh al-bi’ah).
Sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar juga mengajak para dosen dan rektor perguruan tinggi Islam untuk tidak hanya mengajarkan kitabullah (teks Al-Qur'an), tetapi juga kalamullah (makna ilahiah di balik teks).
"Kitabullah bisa dibaca siapa pun, tetapi Kalamullah hanya dipahami oleh mereka yang bertakwa. Di sinilah tugas perguruan tinggi Islam, mengajarkan keduanya secara seimbang," ungkapnya.
- Penulis :
- Aditya Yohan