billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Adian Napitupulu Desak Evaluasi Menyeluruh atas Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Whoosh

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Adian Napitupulu Desak Evaluasi Menyeluruh atas Pembengkakan Biaya Proyek Kereta Cepat Whoosh
Foto: Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu (sumber: DPR RI)

Pantau - Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh).

Evaluasi Pembengkakan Biaya dan Konteks Proyek

Adian menyebut bahwa penolakan tersebut harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, terutama terkait dugaan pembengkakan biaya yang perlu dikaji secara serius.

"Kalau menurut saya, memang seharusnya dikaji ulang bagaimana bisa terjadi pembengkakan biaya untuk kereta cepat itu," ungkapnya.

Ia menekankan bahwa proyek kereta cepat bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti Cina dan Jepang yang memiliki teknologi berbeda.

"Dibandingkan saja harganya, lalu diperiksa kenapa kita bisa lebih mahal. Bagaimana perjanjian awalnya, siapa yang melakukan negosiasi, dan sebagainya," ia mengungkapkan.

Sebagai legislator dari Dapil Jawa Barat V, Adian menilai bahwa penolakan Menkeu untuk menggunakan APBN tentu memiliki alasan yang kuat.

Namun, menurutnya, pemerintah tetap memiliki kewajiban untuk melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap pengelolaan proyek tersebut.

Tanggapan terhadap Wacana Perpanjangan dan Komitmen Pemerintah

Menanggapi wacana perpanjangan rute Kereta Cepat hingga Jakarta–Surabaya, Adian menyebut ide tersebut positif, namun tetap membutuhkan kesiapan dalam perencanaan dan pelaksanaan.

"Gagasan kereta cepat itu bagus. Problemnya, yang bagus tidak cuma di gagasan saja. Tapi bagaimana cara merealisasikannya juga harus bagus," ujarnya.

Ia juga menyoroti bahwa hampir setiap proyek besar di Indonesia kerap mengalami pembengkakan biaya, yang menurutnya perlu mendapat perhatian serius.

Adian menegaskan bahwa apabila proyek ini pada akhirnya menggunakan dana APBN, maka pemerintah harus menjelaskan terlebih dahulu hasil evaluasi yang dilakukan.

"Kalau sampai menggunakan APBN, berarti ini kan mengkhianati janji awal. Maka yang harus dipikirkan, siapa yang melakukan negosiasi, berapa harga yang patut, dan apakah perjanjian itu dibuat dengan niat baik," tegasnya.

Menurutnya, niat baik dalam perjanjian bisa dilihat dari kewajaran harga yang disepakati dalam kontrak awal proyek.

Jika terbukti bahwa perjanjian tersebut tidak dilandasi niat baik, maka pemerintah memiliki dasar untuk meninjau ulang atau melakukan negosiasi ulang.

"Kalau bisa dibuktikan perjanjian itu tidak dilakukan berdasarkan niat baik, ya bisa diminta dibatalkan atau dinegosiasikan ulang. Tapi problemnya adalah kok biayanya bisa gede banget," pungkasnya.

Penulis :
Arian Mesa