
Pantau - Anggota Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih, menegaskan bahwa penyusunan Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) dilakukan secara terbuka dengan melibatkan berbagai unsur masyarakat guna menjawab kebutuhan riil di bidang pendidikan.
Aspirasi Guru dan Dosen Diakomodasi dalam RUU Sisdiknas
Abdul Fikri Faqih menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima masukan dari beragam elemen, mulai dari kalangan akademisi, organisasi masyarakat, kementerian dan lembaga, hingga keluarga besar Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Jawa Tengah.
Hal itu ia ungkapkan saat menjadi narasumber dalam diskusi kelompok terpumpun bertema "Rancangan Undang-Undang Sisdiknas dalam Perspektif Guru dan Dosen Indonesia" yang diselenggarakan oleh PGRI Jawa Tengah.
Diskusi berlangsung di Auditorium Gedung Pusat Universitas PGRI Semarang (UPGRIS) pada masa reses Oktober 2025.
Kegiatan ini turut dihadiri oleh Wakil Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah RI, Atip Latipulhayat, serta Dewan Pakar PGRI Jawa Tengah, Ravik Karsidi.
RUU Sisdiknas ini dirancang dengan mengintegrasikan tiga undang-undang utama, yaitu:
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
Fikri menyebut bahwa pendekatan integratif ini merupakan bentuk kodifikasi yang sistematis, konsisten, dan menyeluruh.
"Secara yuridis, penyusunan RUU ini juga menjadi respons atas beberapa norma dalam UU sebelumnya yang telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi," ungkapnya.
Salah satu putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi acuan adalah mengenai pelaksanaan wajib belajar minimal di jenjang pendidikan dasar tanpa pungutan biaya di sekolah negeri maupun swasta.
261 Pasal, 74 Materi Baru, dan Perubahan Wajib Belajar 13 Tahun
RUU Sisdiknas yang kini dalam tahap finalisasi terdiri dari 42 bab dan 261 pasal, dengan 74 pasal di antaranya berisi materi muatan baru.
Beberapa ketentuan penting yang dimuat dalam RUU ini meliputi perubahan kebijakan wajib belajar dari 9 tahun menjadi 13 tahun.
RUU juga memuat penyempurnaan aturan mengenai pendidik dan tenaga kependidikan, termasuk perlindungan hukum, keselamatan kerja, dan peningkatan kesejahteraan guru, termasuk guru PAUD di sekolah negeri maupun swasta.
Pendidikan keagamaan dan pesantren juga mendapat perhatian khusus dan ditegaskan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan nasional, dengan tetap mengacu pada Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
Dari sisi pendanaan, RUU Sisdiknas memuat kebijakan afirmasi untuk mendukung daerah terdepan, terluar, tertinggal, serta wilayah marginal.
Selain itu, RUU ini juga mengatur penyelenggaraan pendidikan inklusif, perlindungan terhadap kekerasan, diskriminasi, dan kejahatan di lingkungan satuan pendidikan.
Dukungan terhadap sekolah swasta dan madrasah diperkuat melalui pendanaan yang adil, penguatan sarana prasarana, serta peningkatan kualitas guru.
Penataan pendidikan kedinasan dan pendidikan tinggi kementerian/lembaga (PTKL) juga dibahas dalam RUU ini.
Tak ketinggalan, RUU turut mendorong digitalisasi pendidikan dengan pemanfaatan teknologi informasi dalam pembelajaran.
- Penulis :
- Shila Glorya









