billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

MK Wajibkan Keterwakilan Perempuan 30 Persen dalam Alat Kelengkapan DPR: Langkah Konstitusional Menuju Parlemen Setara

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

MK Wajibkan Keterwakilan Perempuan 30 Persen dalam Alat Kelengkapan DPR: Langkah Konstitusional Menuju Parlemen Setara
Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) bersama Wakil Ketua MK Saldi Isra (ketiga kiri) dan para anggota Majelis Hakim MK memimpin sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) di Gedung MK, Jakarta, Senin 27/10/2025 (sumber: ANTARA FOTO/Bayu Pratama S)

Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dewan (AKD) di DPR RI wajib diakomodasi secara proporsional, dengan minimal 30 persen posisi diisi oleh perempuan.

Putusan ini dibacakan pada Kamis dalam sidang putusan perkara Nomor 169/PUU-XXII/2024.

Keputusan ini menegaskan bahwa komposisi anggota dan pimpinan AKD harus mencerminkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan di tiap-tiap fraksi.

Gugatan Diajukan Koalisi Sipil dan Pakar Kepemiluan

Permohonan uji materi ini diajukan oleh Perkumpulan Koalisi Perempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), serta Titi Anggraini selaku pakar kepemiluan.

Gugatan tersebut menyasar beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018.

Ketua MK Suhartoyo menyatakan: "Mengabulkan permohonan Pemohon I, Pemohon II, dan Pemohon IV untuk seluruhnya," ungkapnya dalam sidang.

Pasal-pasal yang diuji antara lain mencakup Pasal 90, 96, 103, 108, 114, 120, 151, 157 UU MD3, serta Pasal 427E UU Nomor 2 Tahun 2018.

AKD yang tercakup dalam putusan ini meliputi Badan Musyawarah (Bamus), Komisi, Badan Legislasi (Baleg), Badan Anggaran (Banggar), Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), Badan Urusan Rumah Tangga (BURT), dan panitia khusus (pansus).

MK Tegaskan Kesetaraan Gender sebagai Kewajiban Konstitusional

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyatakan bahwa keterwakilan perempuan secara berimbang akan membantu perjuangan kolektif anggota DPR perempuan dan menyuarakan perspektif perempuan dalam kebijakan publik.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menekankan bahwa upaya memenuhi kuota perempuan tidak boleh berhenti pada tahap pencalonan legislatif, tetapi juga harus dilanjutkan dalam pengisian posisi strategis di AKD.

"Kehadiran perempuan akan memberikan ruang kontribusi perspektif khas perempuan," ujarnya.

Saldi juga mengingatkan bahwa Indonesia telah menyepakati tujuan Sustainable Development Goals (SDGs), yang menetapkan kesetaraan gender sebagai target global.

Menurutnya, DPR dapat menerapkan aturan internal yang mewajibkan setiap fraksi menugaskan anggota perempuan dalam setiap AKD.

"Apabila suatu fraksi memiliki lebih dari satu perwakilan di suatu AKD maka minimal 30 persen di antaranya adalah perempuan," tegasnya.

Selain itu, ia mendorong distribusi yang adil agar perempuan tidak hanya ditempatkan di komisi sosial, tetapi juga pada bidang ekonomi, hukum, energi, dan pertahanan.

Saldi juga menyebut pentingnya peran Bamus DPR dalam melakukan evaluasi berkala terhadap komposisi AKD dan merekomendasikan penyesuaian jika terdapat ketimpangan gender.

MK memberikan pemaknaan baru terhadap sejumlah pasal dengan menambahkan frasa: "dengan memuat keterwakilan perempuan berdasarkan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota perempuan pada tiap-tiap fraksi."

MK juga memaknai ulang Pasal 427E ayat (1) huruf b UU 2/2018 untuk menyertakan frasa: "memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen."

Mahkamah menilai bahwa ketiadaan ketentuan tersebut selama ini bertentangan dengan konstitusi karena tidak menjamin kesetaraan gender dalam kepemimpinan parlemen.

Penulis :
Arian Mesa