billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Menteri Hukum Tegaskan Tata Kelola Royalti Baru Tak Rugikan Industri Musik

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Menteri Hukum Tegaskan Tata Kelola Royalti Baru Tak Rugikan Industri Musik
Foto: Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyampaikan pidato saat audiensi terbuka bersama pelaku industri musik Indonesia di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum, Jakarta, Jumat 31/10/2025 (sumber: ANTARA/Fath Putra Mulya)

Pantau - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Supratman Andi Agtas, menegaskan bahwa sistem tata kelola royalti yang tengah diperbarui tidak akan merugikan industri musik, melainkan akan menciptakan transparansi dan perlindungan bagi semua pihak terkait.

Komitmen Pemerintah Lindungi Pelaku Industri Musik

Dalam audiensi terbuka bersama pelaku industri musik di Graha Pengayoman, Kementerian Hukum dan HAM, Jakarta, Supratman menyampaikan bahwa negara memiliki kewajiban untuk melindungi seluruh elemen dalam ekosistem musik, termasuk pencipta lagu, pemegang hak cipta, hingga label.

"Kalau ada yang bilang nanti dengan sistem tata kelola sekarang yang lagi diperbaiki, akan merugikan industri, itu salah besar. Tidak ada niat pemerintah untuk mencampuri. Saya pastikan tidak ada. Kewajiban pemerintah melindungi semuanya," ungkapnya.

Ia menilai bahwa persoalan dalam pengelolaan royalti bukan terletak pada pelaku industri musik, melainkan pada sistem dan ekosistem yang mengaturnya.

Karena itu, ia mendorong semua pihak yang berkepentingan untuk ikut memperbaiki tata kelola agar lebih baik ke depan.

Supratman menyebutkan bahwa prinsip utama yang dibutuhkan dalam pembaruan sistem ini adalah transparansi.

Pemisahan Wewenang LMK dan LMKN untuk Transparansi

Salah satu langkah penting yang dilakukan pemerintah adalah pemisahan wewenang antara Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam pemungutan dan pendistribusian royalti.

"Yang kami lakukan supaya LMK dan LMKN sebagai satu kesatuan ekosistem itu bisa saling mengawasi maka kami pisahkan siapa yang memungut royalti, siapa yang mendistribusi. Ini pasti akan terjadi check and balances di antara keduanya," ia mengungkapkan.

Saat ini, LMK tidak lagi diperbolehkan untuk memungut royalti, karena kewenangan tersebut kini sepenuhnya berada di tangan LMKN.

Sebaliknya, LMKN juga tidak diizinkan langsung mendistribusikan royalti kepada anggota LMK.

Supratman menegaskan bahwa pemisahan ini akan memperkuat akuntabilitas sistem pengelolaan royalti.

"Kepada seluruh teman-teman pencipta, pemegang hak cipta, dan pihak terkait, dalam hal ini label umpamanya, dengan pemisahan ini justru akan semakin baik karena nanti akan lebih transparan," tegasnya.

Regulasi Baru dan Rencana Revisi Undang-Undang

Kementerian Hukum telah menerbitkan Peraturan Menteri Hukum (Permenkum) Nomor 27 Tahun 2025 sebagai turunan dari Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik.

Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa tanggung jawab pembayaran royalti berada di tangan penyelenggara acara atau pemilik tempat usaha, bukan pada konsumen.

Selain itu, biaya operasional LMK dan LMKN dibatasi maksimal hanya 8 persen dari total royalti yang dihimpun, jauh lebih rendah dibandingkan batas sebelumnya yang mencapai 20 persen.

Kementerian juga tengah mempersiapkan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

"Dalam Undang-Undang Hak Cipta yang akan datang, saya sudah minta kepada Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual dan semua pemangku kepentingan di ekosistem musik untuk memberi masukan terkait tata kelola royalti lewat lembaga manajemen kolektif," ujar Supratman.

"Banyak usulan, ada rumusan-rumusan yang disampaikan, itu menjadi bagian dari upaya kita melakukan partisipasi publik untuk penyempurnaan rancangan undang-undang yang sementara masih dibahas di parlemen," tambahnya.

Penulis :
Arian Mesa