billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

LAN dan IPP Unika Atma Jaya Dorong Kebijakan Publik Berbasis Bukti untuk Indonesia yang Lebih Efektif dan Inklusif

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

LAN dan IPP Unika Atma Jaya Dorong Kebijakan Publik Berbasis Bukti untuk Indonesia yang Lebih Efektif dan Inklusif
Foto: (Sumber: Diskusi “Urgensi Pendidikan Lanjutan Kebijakan Publik di Indonesia” yang diselenggarakan Institute of Public Policy (IPP) Unika Atma Jaya (UAJ) di Jakarta, Rabu (29/10/2025). ANTARA/HO-UAJ.)

Pantau - Dalam era keterbukaan informasi, kebijakan publik di Indonesia dinilai masih kerap lahir dari opini politik, intuisi pribadi, atau tekanan publik. Pendekatan populis semacam itu dinilai berisiko karena berpotensi merugikan masyarakat jika tidak dilandasi oleh bukti empiris dan penelitian yang kuat.

Pentingnya Kebijakan Berbasis Bukti

Salah satu contoh kebijakan yang menimbulkan polemik adalah keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Viktor Laiskodat pada tahun 2023 yang menetapkan jam masuk sekolah pukul 5.30 WITA dengan alasan melatih kedisiplinan siswa.

Kebijakan tersebut memicu protes luas dari masyarakat dan akhirnya dicabut oleh Penjabat Gubernur NTT, Ayodhia Gehak Lakunamang Kalake.

Kepala Lembaga Administrasi Negara (LAN), Dr. Muhammad Taufiq, menegaskan pentingnya pengambilan kebijakan publik yang didasarkan pada bukti empiris, penelitian ilmiah, dan evaluasi sistematis.

“Sebagai instansi pemerintah, maka tanggung jawab pertama adalah membangun kualitas kebijakan, dan kita membina para analis kebijakan bagaimana mengambil kebijakan yang berbasiskan bukti,” ungkap Taufiq.

Pernyataan itu ia sampaikan dalam diskusi bertajuk “Urgensi Pendidikan Lanjutan Kebijakan Publik di Indonesia” yang diselenggarakan Institute of Public Policy (IPP) Unika Atma Jaya (UAJ) di Jakarta.

Menurut Taufiq, pendekatan berbasis bukti mampu meningkatkan efektivitas penggunaan anggaran, mengurangi dampak negatif, memperkuat kepercayaan publik, serta mendorong pembangunan berkelanjutan.

Selain itu, ia menekankan bahwa kebijakan juga harus berlandaskan nilai-nilai tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), sebagaimana tercermin dalam Indeks Kualitas Kebijakan yang saat ini baru mencapai 39 persen.

Ia menambahkan bahwa kehadiran analis kebijakan sangat penting untuk menyediakan alternatif solusi dalam kondisi ketika keputusan harus diambil cepat dengan informasi terbatas.

“Perlu adanya pengembangan ekosistem kebijakan yang tidak hanya terdiri dari pegawai pemerintah saja, tetapi juga swasta, akademisi, masyarakat, dan juga awak media,” ujarnya.

Peran Perguruan Tinggi dan Riset dalam Kebijakan Nasional

Sementara itu, Direktur Eksekutif IPP, Dr. Salvatore Simarmata, menilai arah pendidikan kebijakan publik di Indonesia perlu dikaji ulang agar dapat menjawab tantangan dan peluang baru di masa depan.

Menurutnya, IPP berkomitmen mendorong kebijakan publik berbasis bukti untuk mewujudkan Indonesia yang lebih sejahtera, adil, dan inklusif.

Salvatore menegaskan bahwa visi Indonesia Emas 2045 hanya bisa tercapai jika perguruan tinggi turut memperkuat kapasitas kebijakan nasional.

“Perguruan tinggi tidak hanya berperan dalam inovasi teknologi, tetapi juga dalam menghasilkan produk kebijakan berbasis bukti ilmiah yang bermanfaat bagi masyarakat,” jelasnya.

Ia menambahkan, “Hasil-hasil riset itu dapat digunakan para pembuat kebijakan, sehingga bisa menghasilkan kebijakan yang lebih tepat sasaran.”

Kebijakan berbasis bukti, menurut IPP, mencakup dua aspek utama: bukti sebagai dasar dalam mengidentifikasi masalah strategis dan bukti sebagai landasan dalam menentukan solusi yang paling tepat.

Pendekatan ini diharapkan menjadi fondasi dalam perumusan kebijakan publik yang efektif, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat luas.

Penulis :
Ahmad Yusuf