billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Megawati Usulkan Konferensi Asia Afrika Plus untuk Bangun Tatanan Global Baru yang Lebih Setara

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Megawati Usulkan Konferensi Asia Afrika Plus untuk Bangun Tatanan Global Baru yang Lebih Setara
Foto: Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam seminar internasional 70 Tahun Konferensi Asia–Afrika (KAA) di Museum Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, Sabtu 1/11/2025 (sumber: PDI Perjuangan)

Pantau - Ketua Umum PDI Perjuangan dan Presiden Kelima RI, Megawati Soekarnoputri, mengusulkan pembentukan Konferensi Asia Afrika Plus (KAA Plus) sebagai forum permanen negara-negara Global South guna melawan ketimpangan global.

Dalam pidatonya di Museum Bung Karno, Blitar, Jawa Timur, pada Sabtu, 1 November 2025, Megawati menyampaikan bahwa forum ini diharapkan dapat mempertemukan negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin.

"Saya mengusulkan pentingnya penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika Plus, sebuah forum lanjutan dalam format yang lebih luas, mencakup negara-negara Asia, Afrika, dan Amerika Latin," ungkapnya.

Gagasan KAA Plus dan Tantangan Global

KAA Plus digagas sebagai kelanjutan semangat Konferensi Asia Afrika 1955 dalam menjawab tantangan abad ke-21, seperti ketimpangan ekonomi, hegemoni teknologi, dan dominasi geopolitik.

Megawati menegaskan perlunya solidaritas baru untuk melawan ketidakadilan struktural global yang masih terjadi hingga saat ini.

"Jika pada 1955 Bung Karno dan para pemimpin dunia ketiga mampu mengguncang tatanan kolonial, maka pada abad ke-21 kita juga mampu mengguncang tatanan digital dan ekonomi yang tidak adil," tegasnya.

Menurutnya, forum-forum seperti BRICS Plus, G77 + China, dan kebangkitan Gerakan Non-Blok menunjukkan adanya tren koordinasi negara-negara Global South.

Namun, ia menilai belum ada wadah permanen yang menyatukan Asia, Afrika, dan Amerika Latin dalam satu forum diplomasi strategis.

KAA Plus diharapkan menjadi jawaban atas kekosongan tersebut.

Ketimpangan Global dan Seruan untuk Keadilan

Megawati menyoroti bahwa arsitektur global masih timpang dan tidak merepresentasikan populasi negara-negara berkembang secara proporsional.

Berdasarkan data World Bank 2025, 84 negara Global South menampung lebih dari 75% populasi dunia, tetapi hanya menguasai sekitar 37% dari Produk Domestik Bruto (PDB) global.

Ketergantungan ekonomi dan teknologi terhadap negara maju juga meningkat.

Laporan UNCTAD 2024 menunjukkan bahwa negara berkembang hanya menerima 15% investasi global di sektor teknologi tinggi, yang memperlebar kesenjangan inovasi.

"Asia, Afrika, dan Amerika Latin perlu membangun arsitektur baru ekonomi dan teknologi global yang lebih setara," ia mengungkapkan.

Ia menekankan bahwa diplomasi internasional tidak bisa lagi bertumpu pada kekuatan militer atau dominasi ekonomi semata.

Dunia, menurutnya, memerlukan pendekatan baru yang berbasis moralitas peradaban.

Mengutip pidato Bung Karno di PBB tahun 1960 berjudul To Build the World Anew, Megawati menyampaikan, "Dunia yang baru tidak boleh dibangun di atas kekuasaan dan ketakutan, tetapi di atas kesetaraan, solidaritas, dan kemanusiaan."

Melalui KAA Plus, Megawati mengajak negara-negara Global South untuk bersatu dalam agenda bersama seperti kedaulatan data, ketahanan energi, keadilan ekonomi, dan tata kelola teknologi yang adil.

Ia juga menekankan pentingnya mengobarkan kembali "obor Bandung" sebagai cahaya bagi dunia yang sedang terpecah.

"Dari Blitar ini, mari kita bangun dunia baru yang tidak tunduk pada mesin dan modal, tetapi menempatkan manusia sebagai pusat peradaban," tutupnya.

Penulis :
Arian Mesa