Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

LPSK Dorong Revisi UU PSK Rampung Akhir Tahun, Sejalan dengan RKUHAP dan KUHP Baru

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

LPSK Dorong Revisi UU PSK Rampung Akhir Tahun, Sejalan dengan RKUHAP dan KUHP Baru
Foto: (Sumber: Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin (kiri) dalam media gathering di Bandung, Jawa Barat, Selasa (4/11/2025) malam. ANTARA/Agatha Olivia Victoria.)

Pantau - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyampaikan harapan agar revisi Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) dapat diselesaikan pada akhir tahun 2025, bersamaan dengan rampungnya pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP).

Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menyatakan bahwa revisi ini akan memperkuat keseimbangan perlakuan antara aparat penegak hukum terhadap pelaku, saksi, dan korban.

"Tentu dengan mempertimbangkan arti pentingnya keterangan dari saksi maupun korban dari tidak pidana," ungkapnya dalam acara media gathering di Bandung, Jawa Barat, pada Selasa malam, 4 November 2025.

Wawan menjelaskan bahwa momentum ini beriringan dengan akan diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada 2 Januari 2026, yang menekankan pendekatan keadilan restoratif atau restorative justice.

KUHP baru tersebut menempatkan peran korban dan saksi sebagai elemen penting dalam sistem hukum yang berkeadilan.

Dorong Kantor Perwakilan LPSK di Daerah Prioritas

Wawan menyebutkan bahwa pembahasan revisi UU PSK saat ini telah berada di tingkat panitia kerja (panja) Komisi XIII DPR RI.

LPSK berharap revisi tersebut mencantumkan ketentuan pembentukan kantor perwakilan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Tujuannya adalah agar LPSK dapat lebih dekat dalam mengawasi perlakuan terhadap saksi dan korban di seluruh Indonesia.

Menurut Wawan, pihaknya telah memetakan tiga klaster wilayah prioritas untuk penempatan kantor perwakilan LPSK.

Pertama, daerah-daerah dengan jumlah tindak pidana terbesar.

Kedua, wilayah perbatasan negara yang rawan terhadap tindak pidana perdagangan orang (TPPO), seperti Pos Lintas Batas Negara (PLBN), jalur laut, dan jalur penerbangan.

Ketiga, wilayah afirmasi seperti Papua, Aceh, dan Ibu Kota Nusantara (IKN), yang memerlukan perhatian khusus.

Penempatan kantor di Papua dan Aceh difokuskan untuk penanganan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM).

Sementara itu, penempatan kantor di IKN dianggap penting karena wilayah tersebut telah resmi menjadi ibu kota negara.

"Sementara di IKN diperlukan karena sudah menjadi ibu kota negara," tegas Wawan.

Penulis :
Ahmad Yusuf